Keduanya, Cheriff Kouachi (34) dan Said Kouachi (32) merupakan warga negara Prancis yang lahir dari pasangan warga Aljazair di Paris. Pelaku ketiga, Hamid Mourad (18) juga berkebangsaan Prancis, telah menyerahkan diri kepada polisi setelah melihat namanya beredar luas di media sosial sebagai pelaku penembakan.
Kepolisian Prancis mengatakan seperti dilansir Mashable.com, Kamis (8/1/2015), kedua kakak-beradik yang masih dikejar polisi tersebut, terkait dengan jaringan teroris Yaman. Salah satunya, Cheriff Kouachi, bahkan pernah dinyatakan bersalah atas dakwaan terorisme pada tahun 2008.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut laporan Pittsburgh Tribune Review tahun 2005, yang mengutip pengacara Cheriff, pria tersebut tidak religius, peminum alkohol, penghisap ganja dan pernah bekerja sebagai pengantar pizza. Saat itu, Kouachi telah mempelajari dasar-dasar tentang bagaimana memegang senjata Kalashnikov.
Pada tahun 2008, dia dinyatakan bersalah atas dakwaan terorisme karena membantu menyalurkan para pejuang ke pemberontakan Irak. Cheriff pun diganjar hukuman penjara tiga tahun, yang separuhnya ditangguhkan.
Ironisnya, nama Cheriff kemudian muncul kembali dalam pemberitaan International Herald Tribune mengenai bagaimana para analis keamanan sampai pada kesimpulan, bahwa kekhawatian mereka akan para pejuang asing yang kembali ke Eropa adalah berlebihan. Saat itu, Cheriff merupakan penjual ikan.
Setelah itu, namanya menghilang sampai kemudian muncul kembali pada Rabu, 7 Januari 2015 dalam pembantaian di kantor Charlie Hebdo. Penembakan brutal itu menewaskan 12 orang, yang terdiri atas para wartawan dan karyawan majalah Charlie Hebdo serta dua polisi setempat. Pemimpin redaksi majalah satir tersebut bersama empat kartunis ternama Prancis juga ditembak mati pelaku di dalam kantor majalah tersebut.
(ita/ita)