"Sedih saya. Saya harus ngomong apa. Setiap kali saya selalu ingatkan. Apa yang dicari, lah kok kelurahan dan kecamatan," ujarnya di Graha Sawunggaling, Pemkot Surabaya, Rabu (24/12/2014).
Risma sempat menantang para bawahannya untuk bersikap jujur. "Bisa ndak pungutan-pungutan itu dihapus. Bisa tidak!" tegas Risma dengan nada tinggi yang langsung dijawab serentak para pejabat di lingkungan pemkot.
Meski mendapat jawaban, Risma tetap meminta seluruh pejabat di bawahnya agar tidak mencari celah. Risma yang berangkat dari jalur birokrasi selama ini masih menghargai pejabat di bawahnya. Seandainya Risma kader parpol, tentu akan memecat semua yang bukan kelompoknya.
"Kalau saya murni orang politik, saya ganti semua orang yang bukan saya pilih. Tapi saya menghargai pekerjaan panjenengan. Tapi kok diterus-terusno. Saya berkali-kali katakan tembok itu lho bisa ngomong sekarang ini, lah kok gak duwe isin," tegas Risma sambil mengelus dada.
Sekali lagi, Risma merasa prihatin atas temuan ombudsmen RI. "Saya ini kurang apa perhatiannya pada panjenengan semuanya, coba kurang apa. Wes saya kasi uang TPP, saya kasih uang kinerja wes saya kasih. Saya ini ngeman panjenengan lha kok diterus-terusno," lanjut Risma.
Sementara temuan Ombudsmen RI yang membuat Risma 'murka', diantaranya adanya temuan di 6 kelurahan dan 6 kecamatan yang dijadikan lokasi survei.
Dalam data yang didapat ombudsmen, pungutan liar yang diminta para pejabat mulai ratusan ribu hingga puluhan juta. Para lurah, camat serta kepala dinas yang memberikan pelayanan juga sempat menyaksikan rekaman video temuan Ombudsmen.
(gik/fat)