Harapan Sukati Peringati Hari Ibu Digratiskan Sekolah Anaknya

Harapan Sukati Peringati Hari Ibu Digratiskan Sekolah Anaknya

- detikNews
Senin, 22 Des 2014 11:31 WIB
Foto: Enggran Eko Budianto
Mojokerto - Peringatan hari ibu kali ini mungkin tak seberapa berkesan bagi Sukati, warga Desa Kejagan, Kecamatan Trowulan, Mojokerto. Sejak ditinggal mati suaminya 3 tahun silam, kini ibu tiga anak ini harus banting tulang seorang diri untuk menyekolahkan putrinya.

Demi sesuap nasi, wanita kelahiran 53 tahun lalu ini rela menjadi buruh menyetak bata merah yang umumnya dikerjakan kaum pria. Ditemui di tempat kerjanya, di sebuah 'Linggan' (sebutan tempat membuat bata merah) milik majikannya, Sukati terlihat sibuk dengan pekerjaannya.

Terik matahari atau hujan deras tak membuat Sukati patah arang. Sebuah caping yang melekat di kepalanya dan baju lengan panjang bermotif bunga, tak mampu menyembunyikan keletihan ibu 3 anak ini.

"Sudah 3 tahun saya jadi buruh, sejak bapaknya anak-anak meninggal. Saya harus bekerja sendirian," ucap Sukati kepada detikcom, Senin (22/12/2014).

Tanpa terasa, wajah dan tangannya kini legam terbakar matahari. Meski demikan, langkah kaki dan gerakan tangannya masih cekatan. Satu per satu, bata yang dia cetak pagi tadi, dia tata untuk dikeringkan. Butuh waktu 3 jam lamanya bagi Sukati untuk menata 500 bata buah tangannya.

Untuk meraup upah belasan ribu, janda 3 anak ini harus bekerja 10 jam setiap harinya, yakni mulai pukul 06.00-16.00 Wib. Pagi hari, Sukati harus bergegas ke linggan untuk mencetak bata. Setelah itu, pekerjaan menjemur bata sudah menantinya. Usai istrirahat makan siang, istri almarhum Wuliyono ini harus memasukkan bata yang sudah kering ke dalam linggan agar tidak kehujanan.

"Kalau musim hujan begini, sehari bisa nyetak 500 bata saja sudah bagus. Itu pun dapat upah Rp 15 ribu. Kalau hujan dari pagi, otomatis tidak bisa nyetak, endak dapat apa-apa," tuturnya.

Meski tak sebanding dengan upah yang dia peroleh, bagi Sukati ini adalah sebuah keberuntungan. Setidaknya bisa menyambung hidup dirinya dan putrinya, Indah Sriwahyuni yang kini duduk di bangku kelas V SD. Apalagi pekerjaan kasar ini baginya satu-satunya pilihan untuk bertahan hidup.

"Ya berat bekerja seperti ini, tiap hari kepanasan. Bekerja lainnya endak bisa, bisanya ya seperti ini," ungkapnya.

Tak ada lagi yang bisa dia harapkan untuk membantu membiayai sekolah Indah. Kedua putranya kini sibuk dengan urusan keluarganya masing-masing. Bahkan, pemerintah pun seakan tutup mata. Pasca kenaikan harga BBM bulan lalu, Sukati tak kebagian jatah program simpanan keluarga sejahtera (PSKS) yang digulirkan pemerintah.

"Waktu bagi-bagi uang (PSKS) kemarin, saya tidak dapat. Saya tanya ke perangkat desa katanya tidak terdaftar sebagai penerima," imbuhnya.

Tak banyak yang Sukati harapkan di momen peringatan hari ibu ini. Setidaknya, pemerintah menjamin pendidikan gratis bagi putri terakhirnya hingga jenjang SMA.

"Mudah-mudahan pemerintah menggratiskan biaya sekolah Indah kelak, supaya bisa dapat pekerjaan yang layak. Kalau sekolah disuruh bayar, saya dapat uang dari mana?," pungkasnya.

(fat/fat)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.