"Ini bukan hal yang aneh karena sesuai filosofi lapas. Hanya saja caranya yang tidak tepat, soal waktu dan tempat," ucap Hifdzil saat dihubungi detikcom, Rabu (3/12/2014).
Filosofi Lapas yang dimaksud adalah lembaga pemasyarakatan itu berfungsi untuk membuat narapidana bisa diterima kembali di masyarakat sesuai dengan UU no 12/1995 tentang Lapas. Oleh sebab itu di dalam Lapas ada beberapa kegiatan positif dan berguna bagi para napi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, untuk para koruptor ini yang diberikan fasilitas S2 oleh Lapas dinilai kurang tepat. Sebaiknya para napi diberikan pendidikan soal integritas dan kemampuan melakukan pencegahan korupsi.
"Kalau misalnya ingin memberikan pendidikan kepada mereka bukan dengan S2, yang bermasalah pada koruptor itu bukan gelarnya tetapi keserakahan dia yang tidak bisa dibentuk. Bukan dengan sekolah S2, tetapi bagaimana mengajarinya untuk tidak korupsi," ucap Hifdzil.
Menurut Hifdzil ada cara lainnya yang bisa dilakukan Lapas misalnya memberikan pendidikan sosial di Lapas. Seperti menyapu jalan, ikut membangun jalan atau jembatan dan angkut pasir.
"Sebagai pelajaran bahwa untuk mendapatkan uang yang halal orang harus bersusah payah. Agar mereka merasakan betul bahwa orang yang tidak seberuntung mereka bisa tetap menjaga integritas. Kenapa orang yang banyak uang seperti mereka malah merampok negara,"katanya.
Ada sekitar 26 napi koruptor antara lain Nazaruddin, Luthfi Hasan, dan Rudi Rubiandini yang menempuh S2 di Lapas. Mereka berkuliah dari Senin sampai Jumat sejak siang hingga sore. Biaya yang dikenakan Rp 30 juta, mereka belajar di Lapas termasuk bimbingan. Wisuda baru akan digelar di kampus Unpas. Terkait hal tersebut Menkum HAM Yasonna Laoly akan memanggil Kanwil Lapas Jawa Barat untuk meminta penjelasan.
(slm/ndr)