Direktur Program Imparsial, Al Araf, menyayangkan langkah pemerintah yang memberikan keringanan hukuman terhadap terpidana kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib, Pollycarpus Budihari Prijanto. Al, sapaan akrab Al Araf, menuding ada kekuatan besar di balik Pembebasan Bersyarat tersebut.
"Ada tangan politik yang bekerja untuk mempercepat proses pembebasan bersyarat Pollycarpus. Tentu ada power di balik itu, terlihat sejak diberikannya remisi," kata Al Araf, saat berbincang dengan detikcom, Senin (1/12/2014).
Pembebasan bersyarat, dia menambahkan, seharusnya tidak hanya ditimbang hanya dari segi normatif undang-undang semata. Ada hal lain yang juga patut menjadi pertimbangan dalam pemberian Pembebasan Bersyarat atau juga remisi kepada para narapidana atau warga binaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih jauh Al mendesak pemerintah mencabut PB yang telah dikeluarkan tersebut. Langkah itu, kata Al, bukan merupakan bentuk intervensi. Justru, dengan langkah tersebut menunjukan pemerintah memiliki niatan baik untuk menuntaskan persoalan HAM yang selama ini tidak kunjung terselesaikan.
Di sisi lain, pemerintah seolah tidak bergeming dengan keputusan dalam pemberian PB kepada Pollycarpus. Pemerintah berdalih, PB diberikan sesuai dengan aturan perundangan yang berlaku. PB juga merupakan salah satu hak warga binaan.
"Pemerintah bukan memperbaiki malah membantah dengan argumentasi-argumentasi klise, ini menunjukan PB Pollycarpus merupakan kado pahit di awal pemerintahan Jokowi dari Menkum HAM," kata Al Araf.
(ahy/rna)