Perebutan yang awalnya dimulai dengan saling hujat itu bahkan berlanjut hingga nyaris adu pukul. Padahal kedua kubu yang masing-masing mengklaim memiliki letter C atas tanah tersebut, masih mempunyai hubungan saudara. Polisi pun akhirnya meredam konflik keluarga itu.
"Sengketa tanah ini berawal saat Dongsari (almarhum), warga Desa Pesisir, Sumbersari, membeli sebidang tanah dari Ghozali, sekitar 20 tahun silam," kata Hasan, salah seorang kubu yang bersengketa kepada wartawan, Minggu (30/11/2014).
Namu ahli waris Ghozali, kata Hasan, masih mengklaim tanah tersebut adalah milik ayahnya. Dan diatas tanah tersebut rencananya akan di bangun sebuah rumah oleh ahli waris Ghozali. Tentu saja ahli waris Dongsari yang merasa ayahnya telah membeli tanah, menolak.
"Orang tua saya membeli tanah ini 20 tahun silam seharga Rp 200 ribu. Namun anak Ghozali tidak menerima tanah tersebut dibeli. Karena tanah ini masih sengketa, jadi jangan dibangun dulu," tambah Hasan.
Rofi’i, kepala desa setempat mengatakan bahwa tanah tersebut masih atas nama ghozali. "Tanah tersebut di desa masih atas nama Ghozal," sebut Rofi’i.
Kekesalan ahli waris Dongsari bertambah setelah mengetahui jika tanah tersebut sudah di beli oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk untuk pelebaran jalan.
Pihak kepolisian mengimbau kedua kubu yang bersengketa agar bisa menunggu hasil keputusan dari pengadilan agar tidak ada pertengkaran atas kasus tanah tersebut.
"Kasus ini sudah lama disidangkan. Karena kedua kubu masih ada hubungan saudara, maka kami memfasiltasi untuk melakukan perundingan di balai desa," ujar Kasat Reskrim Polres Probolinggo Kota AKP Damar Bastiar.
(iwd/iwd)