Terlihat perbedaan yang cukup mencolok antara kantor perbatasan Indonesia dengan Malaysia. Di Malaysia, seluruh urusan menyangkut keimigrasian terpadu menjadi satu di Tebedu Inland Port.
Sementara di Indonesia, urusan perizinan masih terpisah-pisah. Banyak pihak yang terlibat dalam mengatur perizinan di perbatasan, di antaranya Badan Nasional Pengelola Perbatasan, Bea Cukai, Imigrasi, Kementerian Pekerjaan Umum (PU) dan Kementerian Perdagangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Zulkifli mengatakan, sejak 10 tahun yang lalu, saat Board Trade Agreement (BTA) disusun, belum ada perubahan kondisi perbatasan Indonesia. Sementara menurutnya, Malaysia sudah jauh lebih maju.
Wakil Ketua MPR, Oesman Sapta Odang mengungkapkan hal serupa. Menurutnya, pemerintah Indonesia harus lebih jeli melihat hal tersebut.
"Kita lihat kemajuan pihak Malaysia. Mereka beri kesempatan swasta mengelola port itu dengan diberikan insentif pajak macam-macam," terangnya.
Oesman menjelaskan, Malaysia hanya memiliki 2 lembaga di perbatasan. Yaitu inland port yang menangani berbagai urusan perizinan seperti izin menjual dan membeli barang dan bagian imigrasi.
Inland port ini dikelola oleh pihak swasta dengan kontrak perjanjian kepada pemerintah setempat selama 60 tahun. Sementara imigrasi dikelola oleh pemerintah.
(kff/rmd)