"Pertama, tidak terkendalinya aksi backing membacking, baik dalam bisnis legal maupun ilegal, yang dilakukan oknum-oknum kedua institusi," ujar Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane dalam keterangan tertulisnya, Kamis (20/11/2014).
Kedua, lanjut Neta, masih membaranya dendam kesumat antar oknum kedua institusi pasca bentrokan 21 September 2014 lalu yang menyebabkan empat anggota Batalion 134 Tuah Sakti tertembak.Ketiga, penggunaan seragam loreng militer pada anggota Brimob, yang dinilai sebagai wujud arogansi Polri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
IPW mendesak pemerintah harus segera memerintahkan Kapolri Jenderal Sutarman agar mencabut penggunaan seragam loreng pada Brimob. Jika hal ini tidak dilakukan, bentrokan TNI-Brimob dikhawatirkan akan meluas ke daerah lain.
"Dengan terjadinya bentrokan di Batam, pemerintah perlu segera mencopot Kapolda Kepri dan Danrem setempat serta mengevaluasi dan mencopot kepemimpinan TNI-Polri. Bagaimana pun bentrokan ini tak terlepas dari kelenggahan elit-elit TNI-Polri dalam mencermati dinamika di Batam pasca bentrokan 21 Sep 2014 lalu," paparnya.
Bentrokan kedua yang terjadi di Batam, tidak hanya menakutkan masyarakat, tapi juga akan membuat investor asing takut masuk ke Indonesia. Padahal sebelumnya dalam forum APEC dan G-20, Presiden Jokowi mengundang para investor agar masuk ke Indonesia.
"Bagaimana mereka mau masuk jika tidak ada jaminan keamanan di Indonesia, mengingat antar aparat keamanan saja saling tembak dan terus menerus bentrok,"tutupnya.
(mpr/mpr)