Pengangkatan Wakil Jadi Kepala Daerah Digugat, MK: Biaya Pilkada Tak Kecil

Pengangkatan Wakil Jadi Kepala Daerah Digugat, MK: Biaya Pilkada Tak Kecil

- detikNews
Senin, 17 Nov 2014 15:59 WIB
Jakarta - Seorang anggota DPRD Provinsi Papua bernama Yanni menggugat Perpu Pilkada yang membuat wakil otomatis diangkat jika ada kekosongan kepala daerah. Yanni, melalui kuasa hukumnya, menyatakan jika ada kekosongan kepala daerah maka dilakukan pilkada ulang atau melalui DPRD.

Menurut Hakim Konstitusi Aswanto, dalil Yanni itu harus juga dilandasi pertimbangan biaya pilkada yang tidak murah‎. Termasuk kesadaran pemohon ketika memilih paket kepala daerah ada kemungkinan kepala daerah atau wakilnya berhenti atau diberhentikan.

"‎Yang saudara harapkan ketika ada gubernur, bupati atau wali kota yang berhalangan tetap maka mestinya tidak serta merta diganti wakilnya. Nah, di Perpu No 1/2014 tentang Pilkada, kalau ada yang berhalangan mestinya wakilnya yang langsung naik. Itu yang dianggap merugikan pemohon (Yanni)," kata Aswanto.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Aswanto mengucapkan hal ini dalam sidang uji materi Pasal 203 ayat 1 Perpu No 1 Tahun 2014 tentang Pilkada di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (17/11/2014). ‎Ia juga meminta kuasa hukum Yanni, Syahrul Arubusman, untuk mengelaborasi norma pasal yang diujimateri dengan mekanisme pemilihan kepala daerah.

"Saudara juga harus ingat, pilkada itu biayanya tidak kecil dan wakilnya juga melalui mekanisme pemilihan. Mungkin pemohon juga termasuk warga negara yang memilih gubernur dan wakil gubernur terpilih, tapi kemudian gubernur naik dan itu mungkin merugikan pemohon. Ini yang harus dipahami," ujar Aswanto.

‎"Saudara juga harus menguraikan kalau norma ini tidak diberlakukan, maka potensi kerugian secara nalar tidak akan terjadi bagaimana? Ini yang belum tampak dalam permohonan Saudara. Ini kelihatannya belum konkret ya, silakan dikonkretkan," tambahnya.

Hal yang serupa juga disampaikan oleh Hakim Konstitusi Wahiduddin Adam dalam persidangan yang sama.‎ Menurut Wahiduddin, Pasal yang diujimaterikan berada dalam ketentuan peralihan, sehingga perlu pencermatan menjamin kepastian dan perlindungan hukum terhadap siapapun yang terkena dampak.

"Saudara menggambarkan ini kerugian konstitusional dari pemohon potensial. Ini coba dipertajam supaya saudara melihatnya jernih. Dilihat ketentuan peralihan lalu dipertajam betul," ujar Wahiduddin.

‎Sebelumnya, Syahrul menyatakan Pasal 203 ayat 1 Perpu Pilkada bertentangan dengan UUD 1945 yang mengatur pemilihan secara demokratis. Hal tersebut, bagi Syahrul, berarti tidak boleh serta merta dimaknai secara parsial hanya untuk kepentingan proses awal dalam pengisian jabatan kepala daerah.

"Dan kemudian frasa 'yang dipilih secara demokratis' ini ‎diabaikan begitu saja demi kepentingan pengisian kekosongan jabatan," ujar Syahrul saat membaca permohonan.

Oleh karena itu, Syahrul berharap MK memutuskan untuk memerintahkan pemerintah dan menteri dalam negeri untuk sementara menunda proses pengisian jabatan kepala daerah sampai ada putusan MK yang memiliki kekuatan hukum tetap. Termasuk DPRD.

"Dalam provisi memerintahkan DPRD‎ Provinsi, Kabupaten/Kota, untuk menunda pengusulan pengisian kekosongan jabatan gubernur, bupati atau wali kota sampai ada putusan MK memiliki kekuatan hukum tetap," ujar Syahrul.

(vid/jor)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads