Kerjasama tersebut diupayakan bergerak di bidang pelayanan, pembangunan, keamanan dan ketertiban serta pemberdayaan masyarakat.
"Kerjasama antar desa harus dituangkan dalam peraturan bersama Kades melalui kesepakatan musyawarah antar desa," kata Soekarwo di sela acara Sosialisasi dan bimbingan teknis tata kelola pemerintah desa menuju desa mandiri, sejahtera, partisipatoris Tahun 2014 di gedung Islamic Center Surabaya, Jalan Dukuh Kupang, Senin (29/9/2014).
Ia menerangkan, dalam UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa, masyarakat desa harus dilibatkan setiap perumusan kebijakan. Hal tersebut difasilitasi melalui musyawarah desa yang melibatkan kades, badan perwakilan desa (BPD) dan warga masyarakat secara langsung.
"Proses demokrasi partisipatoris mampu kita wujudkan dengan menerapkan musyawarah desa," katanya.
Gubernur yang biasa disapa Pakde Karwo ini menerangkan, sumber keuangan desa berasal seperti dari pendapatan asli daerah (PAD) dari hasil usaha, hasil aset desa, swadaya, partisipasi, gotong royong, hingga APBN, APBD provinsi dan Kabupaten/kota.
Untuk pengelolaan belanja maksimal 30 persen dari APBDes digunakan untuk penghasilan tetap dan tunjangan kepala desa serta perangkat desa. Sedangkan sisanya, 70 persen APBDes untuk penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat.
Berdasarkan data belanja pemerintah Tahun 2013, share yang diberikan pemerintah pusat dari total Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) hanya 9,8 persen. Menurutnya, pekerjaan rumah (PR) para kades dan camat untuk bisa menarik pihak swasta agar mau berinvestasi. Salah satunya, mempermudah perizinan usaha.
"Dengan sedikitnya anggaran yang kita miliki, sudah saatnya kades dan camat mengubah perlakuan terhadap dunia usaha dan swasta," tandasnya.
(roi/fat)