Eksekusi Rumah, Karyawan PT KAI Saling Pukul dengan Pemilik

Eksekusi Rumah, Karyawan PT KAI Saling Pukul dengan Pemilik

- detikNews
Selasa, 23 Sep 2014 11:18 WIB
Foto: Syaiful Kusmandani
Jember - Eksekusi yang berujung bentrok antara karyawan PT KAI Daops IX Jember dengan pemilik rumah terjadi di Jalan Wijaya Kusuma No 62 Jember. Pemilik rumah, Yuniarti yang telah menempati rumah milik negara bertahun-tahun tidak mau angkat kaki.

Mereka berusaha melakukan perlawanan dengan mengunci pagar besi agar eksekusi batal dilakukan oleh petugas yang menghendaki aset milik negara dikembalikan.

Dari pantauan detikcom, di pagar rumah terdapat beberapa rekan dan keluarga dan beberapa diantaranya telah siap melawan dengan membawa batang bambu. Begitu pula sebaliknya, ratusan karyawan PT KAI Daops telah siap untuk mengeksekusi tanah dan rumah yang masih berada di area perkantoran.

Upaya damai antara pemilik rumah dan pihak PT KAI telah dilakukan, namun penghuni rumah bersikeras tidak mau meninggalkan. Justru menantang petugas yang telah siap siaga mendobrak pintu pagar dengan peralatan yang telah dibawanya.

Eksekusi dilakukan lantaran Yuniarti selaku penghuni tidak membayar sewa sejak tahun 2005 dan telah mengingkari janji lewat surat pernyatannya untuk mengosongkan rumah dengan cara damai.

"Bu yuni ini telah mengingkari janjinya lewat surat pernyatannya, dan sejak 2005 dia tidak membayar sewa rumah," ungkap Sugeng, Manager HUmas PT KAI Daops IX Jember kepada detikcom, selasa (23/9/2014).

Karena tidak ada iktikad baik, akhirnya petugas membuka paksa pintu pagar yang dikunci penghuni rumah hingga akhirnya ratusan petugas terlibat adu pukul di halaman rumah yang beberapa waktu lalu dijadikan tempat relawan pendukung Jokowi-JK.

Seorang terpaksa diamankan petugas karena melempari batu dan tanah saat petugas berhasil mendobrak pagar. Sementara lainnya berusaha memukul petugas dengan bambu.

Sementara itu penghuni rumah mengaku akan membayar asal sesuai dengan undang-undang sebab ada indikasi permainan karena setiap rumah yang disewa nilainya tidak sama.

"Kalau itu keputusan negara dan harus dibayar ke kantor pos atau bank yang ditunjuk, khan tentunya ada undang-undangnya. Karena ada yang bayar Rp 54 juta, sementara saya dikenakan Rp 35 juta selama dua tahun, lantas uang darimana," tegas Yuniarti di hadapan wartawan.

Yuni menganggap cara penagihan yang dilakukan petugas seperti menarik pungli karena kwitansi yang diberikan bersifat sementara. "Lantas uangnya itu untuk apa dan masuknya juga kemana kok pakai kwitansi sementara," tambahnya.

(fat/fat)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.