Ironisnya, kondisi Ali belum tersentuh uluran tangan pemerintah setempat. Kini kondisi Ali sangat memperihatinkan. Pria yang pernah bekerja sebagai sopir truk tanki ini, tinggal seorang diri di sebuah gubuk bambu yang sudah reot.
Jangankan untuk mencari nafkah, untuk sekedar berjalan-jalan saja, dia tak lagi bisa. Pasalnya, rantai besi besar sepanjang 14 meter sejak 16 tahun lalu harus membelenggu kaki kirinya.
Sekilas, pria bertubuh tambun ini bisa berkomunikasi seperti orang normal. Satu-dua pertanyaan bisa dia jawab dengan baik. Namun siapa sangka, Ali sering kali tiba-tiba mengamuk seperti orang sedang kesurupan.
Kisah memilukan ini bermula 30 September 1994 silam. Saat itu, Ali mengalami kecelakaan lantaran truk tanki yang dikemudikan mengalami rem blong dan terjun ke Hutan Arak-Arak perbatasan antara Kota Bondowoso dan Besuki. Akibat kecelakaan itu, Ali diduga mengalami gegar otak ringan.
"Sejak sembuh dari peristiwa kecelakaan itu, perilaku paman saya berubah dan sering mengamuk seperti orang kesurupan," ucap Muhammad Yusuf, keponakan Ali kepada wartawan saat ditemui di rumahnya, Rabu (17/9/2014).
Yusuf menuturkan, karena dianggap mengalami gangguan kejiwaan, pria yang sudah beristri tanpa dikaruani anak itu sempat satu minggu menjalani perawatan di RSJ Menur Surabaya. Karena dinyatakan sembuh, Ali pun kembali pulang dan beraktivitas seperti sedia kala.
"Sempat kembali ke profesinya sebagai sopir truk untuk mengirim barang ke Jakarta. Namun tak lama kemudian kembali kambuh, sehingga berhenti dari pekerjaannya dan dirawat di rumah," imbuh Yusuf.
Kisah memilukan Ali tak berhenti sampai di situ. Puncak gangguan kejiwaannya Ali terjadi 16 tahun silam, tepatnya 30 September 1998. Saat itu, Ali yang tiba-tiba mengamuk, mendatangi rumah saudaranya, Warno dengan membawa sebilah parang. Tanpa basa-basi, Ali pun menyabetkan parangnya ke kepala Warno yang sedang tertidur secara membabi buta hingga tewas.
"Pengakuan paman saya, dia tak sadar saat membacok kepala saudaranya itu. Dia bilang sedang mengupas kelapa," ungkap Yusuf.
Akibat perbuatannya, Ali harus berurusan dengan polisi. Lantaran kondisi kejiwaannya terganggu, anak ke dua dari 4 bersaudara itu kembali menjalani perwatan di RSJ Menur. Beberapa waktu kemudian, Ali dinyatakan sembuh dan diizinkan pulang. Dari sinilah, tragedi berdarah kembali terulang.
"Saat kontrol di Puskesmas Desa Kedungsari (Kecamatan Kemlagi), dia (Ali) mengamuk dan mengiris telinga kanan seorang tukang kebun puskesmas dengan pisau hingga putus," tuturnya.
Kepala Desa Betro Sutrikno melanjutkan, pasca kejadian tersebut, warga Dusun Betro Wetan bersepakat untuk memasung Ali. Pasalnya, saat mengamuk, ulah Ali sangat meresahkan warga sekitar.
"Istrinya disuruh cerai oleh keluarga Pak Ali ini, karena kasihan jika harus hidup dengan dia," ucap Sutrikno usai melihat kondisi Ali di belakang rumahnya.
Sutrikno menuturkan, kini pihak keluarga Ali telah pasrah atas kondisinya. Dengan kaki dirantai, perilaku Ali tak lagi mengancam warga sekitar. Untuk makan sehari-hari, Ali mendapatkan kiriman rutin dari keponakannya.
Sayangnya, hingga saat ini belum ada uluran tangan dari Pemkab Mojokerto. Menurutnya, tanggal 2 September lalu, pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Mojokerto sempat melihat kondisi Ali yang sering menghabiskan waktu di belakang rumahnya itu.
"Keluarga disuruh menyerahkan berkas kasus pembunuhan dari Polres Mojokerto sebagai persyaratan pengobatan, namun berkas sudah dimusnahkan. Harapan kami, pemerintah memberikan fasilitas agar Pak Ali bisa mendapatkan perawatan di rumah sakit jiwa," pungkasnya.
(fat/fat)