"Kami minta agar TNI AL dan pemerintah memenuhi hak-hak dasar akan rasa aman dan ketenteraman masyarakat. Itu harus diperhatikan dulu agar warga bisa beraktivitas tanpa terganggu latihan tempur," kata Kepala Desa (Kades) Sumberanyar, Kecamatan Nguling, Kabupaten Pasuruan, Purwo Eko, Kamis (4/9/2014).
Menurut Eko, kegiatan latihan militer di tengah lahan sengketa pemukiman penduduk, terutama dengan pengoperasionalan lapter, berpotensi mengganggu kegiatan warga.
"Hingga saat ini belum ada persoalan, tapi suara tembakan dan ledakan dari pasukan tempur yang berlatih perang kerap mengganggu kenyamanan warga," terang Eko.
Terkait rencana relokasi 10 desa yang berada di kawasan tersebut, Eko mengatakan hingga kini belum ada pembicaraan antara TNI AL dan warga. Relokasi tersebut, lanjutnya, akan menghapus status hukum desa yang sudah diakui pemerintah pusat.
"Kami minta tidak ada penyingkiran masyarakat di sekitar kawasan latihan perang. Sebaliknya, masyarakat bisa mendapatkan manfaat dari kegiatan tersebut, ada rasa aman dan perekonomian menjadi lebih baik," harapnya.
Artoyo, Kades Semedusari, Kecamatan Lekok, Kabupaten Pasuruan, mengatakan meski lapter belum diresmikan pesawat latih mulai kerap terbang di wilayahnya. Warga tidak merasa cemas atau terganggu dengan pesawat tersebut meski jarak desanya dengan lapter hanya sekitar 500 meter.
"Selama ini warga masih merasa aman," kata Artoyo.
Bupati Pasuruan Irsyad Yusuf mengatakan akan mengupayakan pendekatan kemanusian terkait relokasi 10 desa yang rencanya akan dilakukan secara bertahap. Ia mengakui pentingnya Puslatpur karena demi ketahanan negara.
"Namun, sebagai kepala derah saya harus menyarakan aspirasi warga," jelasnya.
(bdh/bdh)