"Oleh karena itu menjadi kebijakan MA dalam rapat pleno kamar pidana yang dilakukan di Karawaci Tangerang dan rapat pleno kamar pidana di Mega Mendung Bogor untuk menyatakan tidak dapat diterima permohonan PK atas putusan praperadilan," cetus Syarifuddin yang tertuang dalam putusan PK sebagaimana dilansir website Mahakamah Agung (MA), Kamis (4/9/2014).
Hal itu disampaikan Syarifuddin saat mengadili permohonan PK praperadilan yang diajukan Mabes Polri. Permohonan ini diajukan setelah Mabes Polri diperintahkan PN Jaksel membuka kembali penyidikan atas kasus penipuan dan penggelapan yang diadukan oleh warga Hong Kong.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Syarifuddin, hal itu terdapat pengecualian. Yaitu hanya diperkenankan dalam hal terjadi penyelundupan hukum yaitu praperadilan yang melampaui kewenangannya sesuai pasal 77 KUHAP. Yaitu:
1. sah atau tidaknya penangkapan
2. sah atau tidaknya penahanan
3. sah atau tidaknya penghentian penyidikan
4. sah atau tidaknya penghentian penuntutan
5. ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
"Berdasarkan hal tersebut di atas, permohonan PK telah tidak memenuhi syarat formal, maka harus dinyatakan tidak dapat diterima," ucap Syarifuddin.
Namun apa daya, suara Syarifuddin kalah dengan suara Andi Abu Ayyub dan Sofyan Sitompul. Alhasil, meski melanggar KUHAP dan UU Kekuasaan Kehakiman, praperadilan PK pun dikabulkan.
"Mengabulkan permohonan PK Kapolri cq Bareskrim cq Direktur II Ekonomi dan Khusus. Menolak permohonan praperadilan Toh Keng Siong," ucap majelis pada 23 Desember 2013 lalu.
(asp/nrl)