Penyitaan dilakukan di sebuah gudang di lantai 6 gedung utama PT Pos Indonesia. Para penyidik yang mengenakan seragam dan rompi Kejagung ini tiba di gedung PT Pos Indonesia sejak pukul 14.30 WIB.Β
Mereka langsung menyita dan menyegel ribuan kardus berisi alat PDT itu. Penyegelan juga disaksikan oleh beberapa petugas dari PT Pos Indonesia. Penyegelan dilakukan hingga pukul 16.30 WIB.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Kasubdit Tindak Pidana Korupsi Jampidsus Kejagung, Sarjono Turin, PDT adalah alat yang berbentuk seperti handphone yang digunakan oleh petugas pos di lapangan untuk pendataan surat. Informasi tersampaikannya surat tersebut langsung terkoneksi dengan server yang berada di kantor pos.
"Pengadaan ini dari tahun anggaran 2013 senilai Rp 10,5 miliar," katanya di PT Pos Indonesia, Jl Lapangan Banteng, Jakpus, Rabu (3/9/2014).
Menurut Sarjono, pengadaan alat itu tidak sesuai dengan spesifikasi yang dipesan sehingga tidak dapat digunakan dan mangkrak hingga saat ini. Dalam perjanjian kontrak, alat ini seharusnya memiliki fitur GPS, baterai bertenaga 8 jam.
"Tapi faktanya 3 jam. Kemudian GPS tidak ada, dan alat ini seharusnya terintegrasi, terkoneksi," ujarnya.
Kejagung telah menetapkan 2 tersangka dalam kasus ini. "Tersangka sementara ini 2 orang yaitu M dari PT Pos selaku ketua penerima barang dan EC dari PT Datindo selaku rekanan," ucap Sarjono.
Namun saat ini keduanya belum ditahan. Pengadaan PDT kali ini, menurut Sarjono, sebetulnya sebanyak 1.725 unit. Namun 50 unit lainnya masih dapat digunakan meski tak sesuai spesifikasi yang dipesan.
Sarjono mengatakan, PT Pos Indonesia sebelumnya pernah melakukan pengadaan barang serupa pada tahun sebelumnya. Namun pihaknya belum menyelidiki apakah alat tersebut dapat digunakan dan sesuai dengan spesifikasi atau tidak.
"Yang jelas ini bukan pengadaan yang pertama," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Gudang PT Pos Indonesia, Joko enggan dimintai keterangan terkait hal ini. "Saya hanya ketitipan. Bukan saya yang berwenang," tutupnya.
(kff/fdn)