Gumilar yang hadir di ruang persidangan lantai 1 gedung pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (3/9/2014) ini, menjelaskan sejak awal mengenai proyek pembangunan perpustakaan di UI yang menghabiskan dana Rp 77 miliar plus Rp 50 miliar ini.
Proyek itu, menggunakan APBN Tahun 2009. Menurut Gumilar, diperlukan adanya perpustakaan yang memadai untuk menunjang UI sebagai universitas world class. Ketika perpustakaan selesai dibangun, bangunan itu belum dilengkapi dengan infrastuktur interior dan instalasi IT.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jaksa KPK lantas mencecar Gumilar mengenai mekanisme penggunaan dana tersebut, apakah sudah mendapatkan izin dari MWA atau belum. Gumilar mengakui, itu belum mendapatkan persetujuan dari MWA.
"Sampai akhirnya memang kami belum mendapatkan persetujuan MWA," kata Gumilar.
Gumilar pun menjelaskan mengapa dia tetap melanjutkan proyek meski tidak mendapatkan lampu hijau dari MWA. Hal itu berawal dari rencana UI pada waktu sebelumnya untuk membangun apartemen mahasiswa. Rencana itu ditolak MWA.
Nah pada proyek interior perpustakaan, pimpinan UI telah mengirimkan surat ke MWA. Gumilar menyebut, MWA tidak pernah membalas surat dari pimpinan UI.
"โKarena memang pada saat itu, MWA sangat sulit sekali untuk rapat memenuhi kuorum. Karena tidak ada surat balasan, ataupun penolakan, maka kami melanjutkan. Karena merujuk pada sebelumnya, kalau MWA menolak pasti mengirimkan surat untuk menolak. Memang ini berdasarkan asumsi. Asumsi yang berdasar pada situasi," kata Gumilar.
Proyek itu pun kemudian bermasalah karena terdapat proses tender yang tidak semestinya. Mantan Wakil Rektor II UI Tafsir Nurchamid didakwa memperkaya diri dengan menerima satu dekstop merk Apple dan satu iPad. Kerugian keuangan negara Rp 13,076 miliar akibat penyimpangan ini.โ
(fjp/gah)