Kasi Intel Kejari Mojokerto, Dinar Kripsiaji mengatakan, kejaksaan berinisiatif menyelidiki proyek jalan tersebut. Yakni adanya kelebihan pembayaran dalam proyek peningkatan jalan lingkungan (PJL) di Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya dan Tata Ruang dengan potensi kerugian Rp 16,1 miliar dan proyek pembangunan jalan desa yang disalurkan melalui dana bantuan keuangan desa (BKD) dengan potensi kerugian Rp 9,09 miliar.
"Kejaksaan inisiatif menyelidiki dua proyek jalan ini untuk membuktikan apakah ada unsur pidana korupsinya, dan beberapa pejabat terkait sudah dimintai keterangan," kata Dinar kepada wartawan, Kamis (28/8/2014).
Sementara Kabag Hukum Pemkab Mojokerto, Bambang Purwanto mengaku belum mengetahui adanya proses hukum yang dilakukan Kejari. Namun pihaknya bakal menghormati proses hukum tersebut.
"Kami belum dapat informasi masalah ini, kami menghormati proses hukum yang sedang berjalan dan akan berkoordinasi dengan pihak desa," ucap Bambang.
Setelah audit, BPK perwakilan Provinsi Jatim menemukan potensi kerugian Rp 29,3 miliar dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Mojokerto tahun 2013. Ada kesempatan selama 40 hari bagi pemkab untuk mengembalikan kelebihan pembayaran tersebut. Namun sejak diserahkannya LHP BPK pada 23 Mei lalu, hingga dead line pengembalian tanggal 23 Juli lalu, Pemkab Mojokerto belum bisa mengembalikan seluruhnya.
Hal itu diakui Kabag Humas dan Protokoler Pemkab Mojokerto, Alfiah Ernawati. "Untuk proyek jalan, belum semua kontraktor dan kepala desa mengembalikan," ungkapnya.
Dugaan korupsi dalam proyek jalan ini, disinyalir dilakukan kontraktor dengan mengurangi volume pekerjaan. Modus itu mereka pilih untuk menutup beban fee bagi pejabat pemkab dan kepala desa.
Selain itu, mekanisme pelaksanaan proyek jalan desa seharusnya dikerjakan secara swakelola oleh desa. Namun dalam praktiknya, proyek tersebut dikerjakan oleh pihak ke tiga bekerjasama dengan kontraktor pelaksana.
(fat/fat)