Sanksi yang berlaku di jembatan timbang yaitu berupa denda sesuai golongan kendaraan dan pelanggaran. Denda berkisar antara Rp 10 ribu hingga Rp 60 ribu, meski demikian sopir dan kernet truk lebih memilih praktik pungli dengan meninggalkan uang Rp 10 ribu hingga Rp 20 ribu.
"Sanksi dari Perda terlalu lemah, orang lebih baik bayar daripada itu (sesuai perda). Pasti saya evaluasi Perda-nya, kalau sistem diperbaiki maka lebih baik," kata Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo di Kantor Gubernur Jateng, Kamis (1/5/2014).
Ganjar menilai peralatan yang digunakan di jembatan timbang khususnya di Jawa Tengah masih belum canggih. Bahkan terkadang terjadi antrean truk di jembatan timbang sehingga polisi harus mengatur lalu lintas dengan menjalankan truk tanpa ditimbang agar tidak terjadi kemacetan.
"Kalau sudah 100 meter (antrean truk) harus dibuka oleh polisi, berarti gratis itu, lepas dia, lolos. Maka perlu beberapa jalur dibuka. Sistem itulah yang saya minta kepada Dishubkominfo untuk referensi, silakan belajar dan perbaiki," tutur politisi asal PDIP ini.
Untuk evaluasi Perda, lanjut Ganjar, perlu adanya kerjasama antara Jateng, Jabar, Jatim, Yogyakarta, DKI Jakarta, dan Nusa Tenggara Barat. Karena Perda satu daerah dengan daerah lainnya untuk jembatan timbang berbeda.
"Saya bicara dnegan Gubernur NTB, Jatim, Jabar, DKI Jakart kalau bisa selesaikan bareng-bareng," tandasnya.
"Revisi Perda nanti dulu, kok kesusu (buru-buru) ki lho," tutup Ganjar.
(alg/mok)