"Tindakan Terdakwa bersama-sama bawahannya yang merencanakan aksi unjuk rasa dengan menuduh Pangdam VII.Wrb telah membekingi PT TRK seolah-olah Pangdam telah bersalah melakukan hal tersebut, menunjukkan Terdakwa kurang memahami aturan hukum yang berlaku bagi prajurit TNI," kata majelis hakim Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya sebagaimana dilansir website Mahkamah Agung (MA) dan dikutip detikcom, Selasa (29/4/2014).
Duduk dalam majelis tersebut Kolonel Laut Bambang Angkoso Wahyono sebagai ketua majelis dengan Kolonel Laut Sinoeng Hardjanti dan Kolonel CHK Hariyadi Eko Purnomo selaku anggota majelis.
Majelis menyatakan Letkol Krisnajaya yang diangkat sebagai Dandim oleh Pangdam, seharusnya memberitahukan seluruh permasalahan kondisi di lapangan. Sebagai prajurit, Letkol Krisnajaya juga seharusnya tidak boleh terprovokasi oleh isu-isu yang belum tentu dijamin kebenarannya.
"Sebagai anggota TNI dan Komandan Kodim di wilayah Kolaka, Terdakwa tidak memberikan contoh yang baik bagi bawahannya," ujar majelis hakim dalam vonis yang dibacakan pada 13 Januari 2014.
Pengadilan militer menyayangkan kasus itu mencuat. Padahal banyak cara yang bisa digunakan untuk menyampaikan permasalahan, bukan dengan mengerahkan aksi demonstrasi bayaran.
"Bukan alsan pembenar untuk dijadikan terdakwa menentang Pangdam VII/Wrb dan berdampak kepada institusi militer dan Pangdam VII/Wrb selaku pejabat maupun secara pribadi," ujar majelis hakim.
Aksi yang dimaksud yaitu demo meminta penutupan tambang ilegal oleh massa bayaran di depan kantor Kodim 1412/Kolaka, Sulawesi Tenggara, pada 7 Januari 2013. Aksi ini tercium oleh Pangdam Wirabuana, Mayjen M Nazim. Selidik punya selidik, aksi ini didalangi oleh sang Dandim sendiri.
(asp/nrl)