"Pastilah (banyak menerima serangan negatif), apalagi sekarang-sekarang, semakin banyak," ujar wakil ketua Tim Online Partai Gerindra, Noudhy Valdryno, saat berbincang dengan detikcom di kantor DPP Partai Gerindra, Jalan Harsono, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (22/4/2014).
Digital Strategis partai Gerindra ini mengatakan, ada empat isu 'favorit' yang dijadikan bahan untuk menyerang Gerindra dan Prabowo Subianto. Seperti isu tragedi 1998, Ibu negara dan terkait perusahaan Prabowo.
"Ya biasalah, paling favorit tragedi 98, tentang aktivis. Ibu negara dan perusahaan Pak Prabowo. Tapi itu kan udah isu lama dan udah diklarifikasi. Semua sudah ada penjelasan-penjelasannya, nah penjelasan-penjelasan itu yang kita bikin jadi jawaban untuk merespon serangan tersebut," ujarnya.
Rino menjelaskan, dalam merespon serangan dari 'pasukan nasi bungkus' tersebut, tim tidak menyerang balik, tapi dibalas dengan kampanye-kampanye positif berupa fakta-fakta, teori-teori dan penelitian-penelitian yang ada.
Sebab, lanjutnya, fungsi tim online bukan untuk menyerang balik, melainkan membalas dengan fakta dan teori. Biasanya, para penyerang itu akan kebingungan jika disodorkan data-data.
"Biasanya mereka bingung kalau udah dikasih fakta, habis itu mereka keluarkan kata-kata tidak sopan. Nah itu menandakan bahwa mereka bukan aktivis murni, tapi yang memang untuk nyerang kita, Panasbung akan mundur secara teratur kalau dilawan dengan positif. Kalau ada kritik ya dijelaskan," katanya.
Rino menyebutkan, Pasukan Nasi Bungkus (Panusbung) yang menyerang Gerindra, itu nyata dan jumlahnya banyak. Waktu favorit para Panasbung untuk melakukan aksinya berkisar jam 18.00 WIB hingga pukul 01.00 WIB dini hari.
"(Panasbung) Itu banyak dan real. Kita tidak bisa bilang itu dari si ini, si ini atau si itu. Tapi kita lawan dengan kampanye positif. Mereka paling banyak setelah jam kerja, jam 6 (sore) sampai jam 1 malam, itu prime time atau geliatnya disitu itu," katanya.
Rino juga mencermati munculnya fenomena gambar-gambar editan. Tidak hanya tokoh partai Gerindra yang menjadi korban, tapi hampir seluruh tokoh partai politik.
Fenomena foto editan itu, lanjutnya, pergerakannya sangat sporadis sekali dan susah untuk dicounter. Kendati begitu, foto atau gambar editan itu tidak terlalu berpengaruh ke citra tokoh yang menjadi korban.
"Foto-foto editan itu gak 'ngefek' juga, cuma jadi sampah visual aja. Ya pasti dari simpatisan-simpatisan tertentu, tapi kalau dari Panasbung, ya nggak tahu juga," katanya.
Sementara itu, Rino menegaskan bahwa Tim Online Partai Gerindra yang berjumlah 30 orang, merupakan simpatisan dan kader-kader muda partai yang memiliki ideologi dan semangat perjuangan yang sama dengan Gerindra.
"Kita (Tim Online) simpatisan dan kader, kita merasa memiliki ideologi dan semangat perjuangan yang sama dengan pak Prabowo dan partai Gerindra," katanya.
(idh/trq)