Pria kelahiran kelahiran Pamekasan, 21 April 1947 ini pernah duduk sebagai Kepala Bidang Ekonomi di Dewan Analisis Strategis di BIN.
Karier kepegawaian Hadi dimulai setelah lulus dari Institut Ilmu Keuangan Jurusan Akuntansi Departemen Keuangan pada tahun 1973.
Pada tahun tahun 1965, pria berumur 67 tahun ini menjadi Pegawai Negeri di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak. Hadi pernah menjadi auditor Bidang Pemeriksaan pada Kantor Wilayah Pajak Jakarta dan auditor di Kantor Pajak Perusahaan swasta di Jakarta.
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN, Hadi tercatat memiliki harta tak bergerak dengan nilai total Rp 36.982.554.031. Mantan Dirjen Pajak ini memiliki 25 bidang tanah yang tersebar di berbagai tempat.
Hadi bahkan tercatat memiliki tanah seluas 60 x 160 meter yang terletak di Los Angeles, Amerika Serikat. Tanah terluas berada di Depok dengan luas 11.150 m persegi seharga Rp 7,05 M.
KPK menyebutkan Hadi melakukan pidana yang membuat negara berpotensi rugi Rp 375 miliar. Sejak setahun yang lalu, KPK mulai melakukan penyelidikannya berdasarkan laporan masyarakat.
"Pekan lalu kita melakukan gelar perkara untuk kesekian kalinya, dan ditemukan dua alat bukti yang cukup," kata juru bicara KPK Johan Budi.
Berdasarkan keterangan dari KPK, kasus yang menjerat Hadi berawal pada 17 Juli 2003 saat Bank BCA mengajukan keberatan pajak atas transaksi Non Perfomance Loan (NLP) senilai Rp 5,7 triliun kepada Direktur PPH. Bank BCA keberatan dengan nilai pajak yang harus dibayar karena nilai kredit macet mereka mencapai Rp 5,7 triliun.
"Direktorat PPH melakukan pengkajian dan penelahaan kurang lebih setahun, 13 maret 2004 direktur PPH mengirim surat pengantar risalah keberatan langsung pada Dirjen pajak yang berisi telaah dan kesimpulan. Kesimpulan itu langsung ditujukan berupa surat pengantar risalah keberatan. Adapun hasil telaahnya berupa kesimpulan bahwa permohonan keberatan wajib pajak PT BCA ditolak," ujar ketua KPK, Abraham Samad.
Namun, Hadi Purnomo yang saat itu duduk sebagai Dirjen Pajak pada 17 Juli 2004 mengirim nota dinas kepada Direktur PPH. Dalam nota dinas tersebut ditulis supaya Direktur PPH mengubah kesimpulan yang semula dinyatakan menolak diubah menjadi menerima seluruh permohonan PT Bank BCA. Padahal, jatuh tempo pembayaran pajak PT Bank BCA jatuh pada tanggal 18 Juli 2004.
"Kemudian saudara HP (Hadi Poernomo) mengeluarkan SKPN, tanggal 18 Juli 2004 yang memutuskan menerima seluruh permohonan wajib pajak, sehingga tidak ada cukup waktu bagi Dirjen PPH untuk menelaah," jelas Abraham.
Kini, di hari ulang tahunnya, Hadi menerima kado 'istimewa' dari KPK berupa penetapan status tersangka. Kado di saat dia juga sudah mengadakan seremoni pelepasan jabatannya sebagai Ketua BPK.
(fiq/mok)