Konsep koalisi yang ditawarkan Jokowi masih menjadi belum tergambar secara utuh. Sebab, setiap pertemuan pembahasan koalisi selalu digelar tertutup. Satu yang jelas, Jokowi pernah menegaskan emoh bagi-bagi kursi menteri untuk mengikat partner koalisi.
"Kami ini kan mau selesaikan permasalahan bangsa dan negara, bukan bagi-bagi menteri," kata Jokowi usai 'blusukan' ke Waduk Pluit, Jakarta Utara, Minggu (13/4) lalu.
Jokowi menegaskan bagi-bagi kursi menteri tak cocok dengan sistem presidensial yang dianut Indonesia. Menurut keyakinannya, penunjukkan menteri sepenuhnya hak presiden.
"Ini sistem presidensial, ya kan? Jadi, yang namanya bagi-bagi kursi, bagi-bagi menteri, itu hanya ada di koalisi parlementar," ujar pria 52 tahun ini di Balai Kota 10 April lalu.
Teman koalisi yang dibutuhkan oleh Jokowi bukan yang meminta jatah menteri. Jokowi ingin teman koalisi yang bisa diajak kerja sama membangun bangsa tanpa membebani dengan permintaan jatah kekuasaan.
"Kita presidensial, kerja sama. Kalau bareng-bareng, ya harus mau kerja sama," ujarnya masih di tempat yang sama.
Jokowi memberikan pandangannya soal koalisi pemerintahan yang ada sekarang. Menurutnya, sistem koalisi saat ini tak sesuai dengan sistem presidensial. "Nah, itu sistem apa? Kita ini menganut sistem apa? Kalau presidensial ya sudah saya sampaikan tadi," ulasnya.
Soal penegakan sistem presidensial ini sepertinya memang menjadi pijakan utama Jokowi dalam menyusun koalisi. Wasekjen PDIP Hasto Kristianto menegaskan partainya ingin Jokowi membangun sistem presidensial yang kuat.
Hasto menegaskan PDIP ogah bekerja sama dengan partai yang menuntut jatah kekuasaan. Selain itu, masih menurut Hasto, PDIP tak ingin koalisi besar.
"Kita tidak mau terjebak dengan koalisi gemuk yang hanya mementingkan kekuasaan," ujar Hasto dalam perbincangan dengan detikcom, kemarin.
Pernyataan Teten Masduki, timses Jokowi, mengonfirmasi pernyataan Hasto. Jokowi, kata Teten, membawa agenda perubahan yang tak mungkin bisa terwujud jika direcoki dengan cara-cara lama yang muaranya hanya soal kekuasaan.
"Harapan masyarakat kepada Pak Jokowi itu membangun sebuah koalisi yang terbatas yang memang tidak mengganggu agenda perubahan yang diharapkan masyarakat," ujar Teten.
(trq/van)