"Itu bukan urusan kami, apakah mereka ikut mencoblos atau tidak. Urusan kami adalah menampung mereka, mengobati mereka, engko nek wes sehat ta terno moleh (Nanti kalau sudah sehat diantarkan pulang)," kata Kepala Dinas Sosial Kota Surabaya Supomo, Senin (7/4/2014).
Liponsos melakukan penampungan dan pengobatan terhadap masyarakat yang mengalami masalah seperti orang gia, gelandangan dan pengemis, hingga pekerja seks komersial (PSK) yang terjaring razia petugas.
Dari 1.382 orang, sebagian besar adalah mengalami sakit gila sebanyak lebih dari 1.200 orang. Sisanya adalah Jompo sebanyak 40 orang, gelandangan, pengemis, hingga anak jalanan.
"Kalau orang gila pengobatannya bisa bertahun-tahun. Kalau gepeng, anjal waktunya nggak terlalu lama, bisa 3 hari sudah dipulangkan," tuturnya.
Ketika ditanya mengenai upaya sosialiasi yang dilakukan KPU Kota Surabaya, Supomo mengaku belum mengetahuinya. "Saya belum tahu dan belum saya tanyakan ke Kepala UPTD (Liponsos)," terangnya.
Sementara itu, Ketua UPTD Liponsos Keputih Sri Supatmi saat dikonfirmasi mengaku tidak pernah ada kegiatan sosialisasi yang dilakukan KPU Surabaya.
"Nggak ada sosialisasi di sini. Dan yang saya tahu selama pemilu pada tahun-tahun sebelumnya juga nggak pernah ada (sosialisasi maupun pencoblosan)," kata Sri Supatmi.
Sri menerangkan, terkait data kependudukan, rata-rata yang ditampung di Liponsos adalah tidak memiliki tempat tinggal tetap alias T4 (tempat tinggal tidak tetap). "Ada juga yang ber-KTP, tapi ketika dicek, rumahnya nggak jelas," katanya.
Mungkin dengan alasan kependudukan tersebut, sehingga tidak ada sosialisasi dari KPU maupun pencoblosan untuk penghuni Liponsos.
"Gimana mau nyoblos, terkait data kependudukannya saja tidak jelas," tandasnya.
(bdh/bdh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini