Gerobak bertuliskan namanya itu ditarik dengan berat karena isinya cukup penuh dengan kardus-kardus dan sampah plastik. Tiap beberapa langkah selalu saja ada yang menyapa Nuriyah.
“Gimana kabarnya, Bu? Kakinya sudah sembuh?” tanya seorang satpam sebuah rumah mewah siang hari Jumat (28/3/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sudah dua tahun Nuriyah mengidap asam urat yang cukup akut. Saking parahnya dia sampai tak bisa menekukkan kaki sekedar untuk duduk.
“Dulu pertama kali saya sakit asam urat ini saya ditolong sama orang-orang sini juga. Dibawa ke Puskesmas, soalnya kalau di rumah sakit pasti mahal. Saya juga nggak punya KJS, jadi awalnya saya takut berobat. Tapi ternyata di Puskesmas dikasih harga murah,” kata Nuriyah.
Puskesmas yang diceritakan Nuriyah terletak tepat di Taman Tanah Abang 3. Tenaga kesehatan di Puskesmas itu selalu meminta Nuriyah untuk tak ragu-ragu datang berobat.
“Kalau di sini lebih enak, berobatnya murah cuma Rp 60.000 sekali berobat. Kalau di kampung saya di Rangkas, Banten, itu sekali berobat Rp 200.000. Jadi saya lebih suka berobat di sini daripada di kampung. Kalau di sini walaupun saya nggak punya KTP tetap, ditanya pekerjaan saya apa, jadi biaya berobatnya juga murah,” tutur Nuriyah.
Masih mengganjal meski biaya kesehatan dianggap lebih murah adalah soal harga pangan. Biar bagaimanapun juga harga makanan di Jakarta lebih mahal.
“Tapi kalau di kampung, saya tidak punya kerjaan. Kalau di sini saya punya kerjaan mulungin kardus walaupun nggak seberapa hasilnya,” ucap dia.
“Dulu pertama kali ke Jakarta sih masih enak, makan Rp 10.000 dapat banyak. Kalau sekarang paling tahu tempe aja tiap hari,” imbuh dia.
Kaki boleh saja tak kuasa menekuk, tapi semangat Nuriyah untuk tak menganggur dapat menjadi panutan. Untunglah pertolongan selalu datang bagi yang membutuhkan, sehingga di tengah kota besar itu pun masih ada orang-orang yang berbaik hati.
(bpn/trq)