Banyaknya konflik yang terjadi di Timur Tengah menjadi salah satu dasar pemikiran konfrensi ulama bertema Penguatan Jaringan Antar Ulama dan Cendikiawan Muslim Untuh Meneguhkan Nilai-nilai Islam Moderat.
"Seperti yang terjadi di Tunisia, Libya, Mesir, Syiria, dan Irak. Di antara yang menyebabkan ketegangan dan konflik itu adalah egoisme kelompok, fanatisme golongan, dan faksi-faksi orientasi politik. Sehingga tidak pernah dapat dilakukan penyelesaian dengan cara dialog yang fair dan terbuka. Kondisi itu dimanfaatkan oleh musuh-musuh Islam," kata Sekretaris Jenderal ICIS KH Hasyim Muzadi.
Oleh karena itu, lewat pertemuan ulama dan cendikiawan muslim dicetuskan 9 rekomendasi penting. Dengan 9 rekomendasi itu diharapkan dapat membimbing dan membina umat Islam dengan cara menyebarkan pemikiran Islam yang moderat untuk membentuk generasi yang konstruktif. Sehingga dapat menyelesaikan masalah perbedaan dengan cara dialog.
Adapun 9 rekomendasi itu, antara lain dengan menyepakati yang dimaksud moderasi adalah suatu kebenaran di antara dua kebathilan. Sikap moderasi dimaksud untuk bisa dilakukan oleh setiap individu dalam pemikiran, akhlak, prilaku, dan segala tindakannya guna melestarikan kebaikan individu maupun kelompok masyarakat dengan tanpa adanya radikalisme atau liberalisme.
"Moderasi di sini juga diartikan menyepakati segala nas dalil dan sendi-sendi agama yang sudah pasti (qoth'i). Selain itu juga mentolerir nas dalil yang debatable (mukhtalaf fih). Serta memegang teguh pada metode yang benar, adil, serta rahmat untuk menjaga toleransi dengan tanpa ada tekan-menekan dalam segala lini kehidupan," paparnya.
Rekomendasi kedua, moderasi pemikiran yaitu suatu ide yang meyakini puritansi nas-nas agama dalam satu sisi, serta meyakini adanya korelasi nas suci dengan keadaan waktu dan tempat. Dalam hal ini, tugas ulama dan umat Islam adalah memberikan pemahaman arti nas suci pada tataran praktis pada semua sendi kehidupan. Selain itu, moderasi dalam upaya penerapan syar'iyah, yakni dengan menjauhkan sikap kekerasan dan berlebihan. Di sinilah bisa dipahami sesungguhnya Islam adalah agama damai dan rahmat, serta jauh dari sifat radikalisme dan liberalisme.
"Moderasi dalam bertoleransi yakni dengan memaklumi dan mentolerir adanya eksistensi agama-agama lain dalam suatu negara. Sebab multi agama dalam kehidupan adalah keniscayaan atau sunnatullah," sambung Hasyim.
Moderasi dalam berpolitik yakni penguatan terhadap teori demokrasi dan hak asasi manusia (HAM). Disebutkan, Islam tidak hanya mengajarkan demokrasi dan HAM, tetapi sebuah konsep universal dengan menghargai sikap demokrasi menggunakan konsep syuro, dan menempatkan kedudukan manusia dan hak-haknya pada tempat yang hakiki. Moderasi dalam pendidikan dan pengajaran, yaitu peningkatan pendidikan bagi umat Islam dari semua disiplin ilmu. Umat Islam kini sedang tertantang dalam bidang ilmu, teknologi, dan informasi.
"Sebab realitasnya kaum terpelajar dan terdidik dengan kualifikasi ilmu yang memadai tidak sebanding dengan jumlah umat Islam. Karena itu, perlu disiapkan kader yang kompeten sehingga mampu berkompetisi," papar kiai kelahiran Bangilan Tuban itu.
Rekomendasi ketujuh adalah moderasi dalam ekonomi, yakni menjajikan alternatif peningkatan kesejahteraan bagi umat Islam dengan sistem ekonomi yang sesuai syariah. Rekomendasi berikutnya soal moderasi dalam tradisi dan budaya. Dalam hal ini adalah menyebarkan pemikiran moderat dengan sikap toleran. Dipaparkan, saat ini kebanyakan nilai-nilai tradisi dan budaya terpasung pada politik praktis yang dikendalikan hawa nafsu yang menyebabkan pada radikalisme dan liberalisme. Karena itu, menjadi kewajiban bagi ulama dan cendikiawan untuk memberikan pencerahan kepada masyarakat mengenai pemikiran dan sikap moderat dalam mempertahankan tradisi, budaya dalam menghadapi transnasional.
"Kesembilan, rekomendasi ini ditujukan kepada para ulama, cendekiawan, dan para pejabat pemerintahan untuk melaksanakan keputusan ini. Serta menjaga jaringan antar ulama dan cendekiawan muslim dalam pengaplikasikan poin-poin hasil konfrensi," pungkasnya.
Sebelumnya, Konferensi Internasional berlangsung di Ponpes Salafiyah Syafiiyah Sukorejo Situbondo selama dua hari (29-30 Maret 2014). Acara tersebut juga membahas isu perdamaian di Timur Tengah, sehingga mengundang nara sumber dari luar negeri seperti Syeikh Ali Jumah (Mesir), Syeikh Ahmad Badrudin Hassoun (Syria), Dr. M. Yisif (Maroko), Syeikh Abdul Karim Dibaghi (Aljazair), Syeikh Mahdi Bin Ahmad Assumaidi (Irak). Selain itu, hadir intelektual Mesir Dr Moh Imaroh dan kolumnis harian Al Ahrom Mesir, Fahmi Huawaidi.
(bdh/bdh)