Kasus bermula saat Zahara (42) dinikahi oleh Syahril di Desa Lamdingin, Kecamatan Kuta Alam, Kota Banda Aceh, pada 25 Agustus 2008. Namun siapa sangka, ternyata Syahril telah mempunyai istri yaitu Marlinda Susanti. Perkawinan Syaril dengan Zahara itu pun menghancurleburkan perasaan Marlinda. Tidak terima dipoligami, Marlinda melaporkan suaminya dan Zahara ke Polresta Banda Aceh.
Setelah diproses hukum, Syahril dan Zahara diadili dengan berkas terpisah. Zahara didakwa dengan pasal 279 ayat 1 kedua KUHP yang berbunyi 'Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun barang siapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinan pihak lain menjadi penghalang untuk itu'. Jaksa menuntut Zahara selama 2 bulan penjara.
Dalam vonis yang dibacakan pada 26 Juli 2011, Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh membebaskan Zahara. Tidak terima, lalu jaksa mengajukan kasasi. Nah, di sinilah kejanggalan MA muncul. Yaitu dakwaan jaksa adalah kasus poligami, tetapi dalam pertimbangan MA muncul pertimbangan pasal zina.
"Bahwa Judex Facti tidak salah dalam menerapkan hukum karena telah mempertimbangkan hal-hal yang relevan secara yuridis dengan benar yaitu antara Terdakwa dengan Drs M Syahril telah melakukan pernikahan sehingga ternyata tidak ada perzinaan dalam perbuatan Terdakwa," putus majelis hakim kasasi seperti dilansir website MA yang dikutip detikcom, Kamis (27/3/2014).
Mengapa ada pertimbangan zina dalam putusan MA? Tidak dijelaskan dalam putusan yang diketok oleh ketua majelis hakim Dr Artidjo Alkostar dengan hakim anggota Sofyan Sitompul dan Dudu Duswara tersebut. Namun antara poligami dan zina merupakan pasal yang berbeda. Perzinaan diatur dalam Pasal 284 KUHP:
1. Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan :
a. seorang pria yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel), padahal diketahui bahwa1 pasal 27 BW berlaku baginya
b. seorang wanita yang telah kawin yang melakukan gendak, padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya
2. a. seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin
b. seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27 BW berlaku baginya.
Meski dakwaan dan pertimbangan berseberangan, MA tetap memutus pada 30 Juli 2012 itu dan menyatakan permohonan kasasi tidak diterima.
Masuknya pertimbangan janggal tersebut mengingatkan pada kasus Krisna Kumar Tolaram Gang Tani alias Anand Krishna. Dalam putusan kasasi itu, tiba-tiba Jaksa Penuntut Umum (JPU) mencantumkan kasus pidana merek sebagai salah satu alasan kasasi. Namun dalam vonisnya, MA tidak mengoreksi pertimbangan merek tersebut. Padahal Anand didakwa kasus pencabulan.
(asp/nrl)