"Awalnya saya ditawari kerjaan sama temen saya buat ngirim paket dengan upah Rp 4 juta sampai Rp 6 juta," ucap T yang berprofesi sebagai Nelayan di kantor BNN, Jakarta Timur, Kamis (26/3/2014).
T bersama AM rekannya harus mengenakan baju tahanan BNN warna biru dengan tangan terborgol bersama. Sesekali T menundukan muka, meski telah memakai penutup muka.
"Waktu dapat paket nggak ada rasa curiga kalau itu sabu kadang-kadang isi paketnya ikan asin, terus kata temen saya paket itu nanti dikirim lagi ke orang lain di stasiun Gambir," imbuhnya dengan polos.
Sebagai nelayan, ia mengaku hanya mendapatkan uang Rp 20 ribu perhari. Kendati jumlah uang yang sedikit itu, ia nekat menerima kerja sebagai kurir.
"Ya, abis mau gimana lagi, uangnya juga buat persiapan nikah, orang tua buat biayai pernikahan nggak mampu," kata T.
Ia mengatakan selama tiga kali kirim paket upahnya baru diterima dua kali, sementara yang ketiga belum di dapat lantaran tertangkap.
"Yang ketiga belum dikasih. Upah sebelumnya udah dibeliin cicin 5 gram seharga Rp 300 ribu," imbuhnya.
T sendiri telah merencanakan akan pernikahan di bulan Juli nanti. Lantaran tertangkap menjadi kurir narkoba, pernikahannya pun terancam gagal.
"Calon istri belum tahu. Ya sekarang mau gimana lagi, saya nyesel," tuturnya.
Lain halnya dengan T, AM berpofesi sebagai tukang ojeg. Ia mengaku tertipu. "Saya nggak tahu apa-apa, awalnya saya ngojeg biasa aja, di Bandung," kata AM.
AM mengaku dirinya tersangkut lingkaran peredaran narkoba lantaran ingin mendapat uang lebih. Ia pun mengaku sekedar iseng.
"Iseng-iseng aja minta kerjaan sama temen abang saya, eh dikasih buat ngirim paket, upahnya 300 ribu, ya lumayan buat makan," ungkapnya.
(edo/fjr)