Ratu Atut ditetapkan sebagai tersangka pada 25 Desember 2013 dalam kasus sengketa pemilihan kepala daerah Lebak, Banten. Dia diduga menyuap Ketua Mahkamah Konstitusi saat itu Akil Mochtar. Kepala daerah lainnya yang juga tengah terseret kasus korupsi adalah Gubernur Riau Rusli Zainal. Untuk kepala daerah tingkat II ada nama Hambit Bintih Bupati Gunung Mas, Kalimantan Tengah.
Meski menyandang status tersangka dan terdakwa sejumlah kepala daerah masih mengendalikan pemerintahan. Ratu Atut misalnya, meski saat ini ditahan di rumah tahanan wanita Pondok Bambu Jakarta Timur, dia masih mengendalikan pemerintahan Banten. Sejumlah dokumen pun masih memerlukan tandatangan si Ratu.
Januari lalu, masyarakat dibuat heran oleh rencana Kementerian Dalam Negeri yang akan melantik Bupati Gunung Mas, Kalimantan Tengah Hambit Bintih. Pasalnya Hambit sejak Oktober tahun lalu menyandang status tersangka dan ditahan di rumah tahanan Pomdam Guntur Jaya, Jakarta Selatan.
Hambit ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap sebesar Rp 3 miliar terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi saat itu Akil Mochtar. Jika Hambit jadi dilantik, ini bukan pertamakalinya seorang bupati diambil sumpahnya di dalam penjara.
April 2012 lalu Kementerian Dalam Negeri melantik pasangan Khamanik dan Ismalil Ishak sebagai Bupati dan Wakil Bupati Mesuji, Lampung. Mereka dilantik di Lembaga Pemasyarakatan Bawanglatak, Menggala. Saat pelantikan Ismail adalah tersangka kasus korupsi dana BUMD Tuba tahun 2006.
Empat peristiwa di atas menunjukkan bahwa di negeri ini seorang yang menyandang status tersangka masih bisa memegang jabatan kepala daerah. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah tak mengharuskan, seorang kepala daerah mundur dari jabatannya setelah berstatus tersangka.
Pada pasal 30 undang-undang tersebut berbunyi, Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara oleh Presiden tanpa melalui usulan DPRD apabila dinyatakan melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun atau lebih berdasarkan putusan pengadilan.
Staf Ahli Bidang Hukum, Politik, dan Hubungan Antar Lembaga Kementerian Dalam Negeri Reydonnyzar Moenek mengatakan, seorang kepala daerah bisa diberhentikan saat sudah berstatus terdakwa.
Hal ini menyesuaikan Undang-Undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 soal pemilihan, pengesahan, pengangkatan, dan pemberhentikan kepala daerah.
Kementerian menurut pria yang akrab disapa Donny ini hanya bisa menghimbau, kepada setiap kepala daerah yang tersangkut kasus hukum agar bersedia mundur. Kemudian, tongkat estafet pemerintahan dilimpahkan kepada wakilnya. Tapi, keberanian untuk mundur tergantung dari yang bersangkutan.
βItu kan tergantung orangnya masing-masing. Ada sih yang seperti itu legowo supaya bisa fokus menjalani proses hukum. Kalau enggak, ya harus nunggu pemberkasan P21 dari KPK untuk masuk persidangan,β kata Donny kepada detikcom, Jumat (14/2) akhir pekan lalu.
(erd/erd)