Hal inilah salah satu yang menjadi keprihatinan Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi). Secara global, kesejahteraan hakim agung dinilai sudah saatnya dinaikkan.
"Ya minimal di atas hakim tinggi, itu sangat rasional," kata jubir Ikahi, Syamsul Maarif saat menerima detikcom di ruang kerjanya, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Senin (17/2/2014). Ikahi merupakan organisasi tunggal hakim di Indonesia.
Saat ini penghasilan hakim tinggi menyentuh angka Rp 40 juta per bulannya. Adapun hakim agung selisih Rp 10 juta di bawahnya. Namun Syamsul enggan menyebutkan angka pasti besaran gaji hakim agung yang dinilai pantas dan sepadan dengan tanggung jawabnya.
"Kalau saya agak susah sebut nominal karena relatif antara satu dengan yang lain. Tapi yang pasti jumlahnya cukup memberikan kenyamanan bagi hakim sehingga tidak gampang tergoda. Ikahi tidak menyebut angka tapi sudah memutuskan untuk meningkatkan kesejahteraan hakim agung," kata hakim agung yang duduk di kamar perdata itu.
Lebih lanjut, Syamsul menjelaskan posisi hakim agung sebagai pejabat negara mempunyai karakteristik tersendiri. Sehingga tidak bisa dibandingkan dengan pejabat negara lain seperti menteri dalam hal gaji per bulan yang harus didapatkan.
"Mungkin agak susah dibandingkan. Menteri harus ke daerah, kalau hakim agung dana seperti itu tidak dipentingkan. Jadi lembaga judicial ini beda dengan lembaga eksekutif. Tidak apple to apple," ujar mantan Ketua Komisi Pengawas dan Persaingan Usaha (KPPU) itu.
Jika dibandingkan dengan hakim konstitusi, penghasilan hakim agung sangat jauh. Saat ini, seorang hakim konstitusi bisa mengantongi penghasilan hingga Rp 100 juta per bulan. Jumlah ini berasal dari biaya sidang dan biaya mengadili per perkara. Namun Ikahi menilai hal itu tidak perlu diterapkan untuk hakim agung.
"Artinya parameternya nyaman dan aman?" tanya detikcom.
"Iya, aman dan nyaman. Artinya dia nggak mikir apa-apa lagi," jawab dosen Universitas Brawijaya Malang itu.
(asp/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini