Michael, singa Afrika koleksi KBS, ditemukan mati 'tercekik' tali kawat penutup pintu kandangnya, Selasa (7/1/2014) lalu. Sehari sebelumnya, gnu (wildebeest), binatang khas Afrika, juga mati. Isu tak sedap pun mulai bermunculan. Terutama terkait pengelolaan tempat wisata yang terletak di jantung Kota Surabaya itu.
Menurut informasi yang dihimpun detikcom, konflik antarpengurus ini berawal dari dikuasainya KBS oleh Ketua Pengurus Pleno, H Mohammad Said bersama Stany Soebakir yang menjabat sebagai Ketua Pengurus Harian KBS. Keduanya berkuasa selama 20 tahun atau 1981-2001. Namun di tengah perjalanan konflik mulai muncul hingga Stany mengundurkan diri dan jabatannya dirangkap oleh H Mochammad Said.
Konflik pengurus makin memuncak setelah pucuk pimpinan pengurus H Mochammad Said diambil alih Kamilo Kalim dan drh I Komang. Namun keduanya tersangkut kasus hukum, sehingga pada tahun yang sama 2001, H Mochammad Said mengambil alih kembali KBS dan menyerahkan aset tanah KBS ke Pemkot Surabaya dan berhasil mensertifikat tanah yang ditempati KBS atas nama Pemkot Surabaya.
2 Tahun kemudian atau tahun 2003, mantan Ketua Pengurus Harian KBS Stany Soebakir kembali mengambil alih pengurus melalui rapat umum anggota luar biasa. Dan saat itu, Stany membentuk perkumpulan Taman Flora dan Satwa Surabaya (TFSS) sebagai pengurus resmi KBS.
Pada 2006, Stany dikukuhkan sebagai Ketua TFSS dengan masa jabatan 5 tahun atau hingga 2011. Selama kepemimpinan Stany selama 3 tahun tidak ada masalah. Namun pada rapat umum anggota 2009, anggota menolak laporan pertanggungjawaban tahunan dan dibentuk komisi verifikasi, yang kemudian mengadakan rapat umum luar biasa sekaligus mengambil alih kepengurusan dari Stany Soebakir untuk diberikan kepada Basuki Rekso Wibowo sebagai Ketua TFSS.
'Kudeta' kursi ketua TFSS kembali dilakukan Stany setahun kemudian, namun Stany tidak duduk sebagai ketua. Ia menunjuk Soedjatmiko sebagai ketua pengurus dan Sadewo sebagai ketua dewan pembina. Sejak saat itu, banyak hewan yang tidak mendapat perhatian karena konflik pengurus sehingga banyak koleksi satwa yang mati.
Karena berlarutnya konflik pengurus KBS membuat pemerintah pada 22 Februari 2010 mengambil alih dan membentuk Tim Manajemen Sementara di bawah kendali Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Kementerian Kehutanan. Di tahun yang sama, pada 20 Agustus, Menteri Kehutanan resmi membentuk Tim Pengelola Sementara (TPS) yang diketuai Tony Sumampouw.
Selama dikelola TPS, masih banyak satwa yang mati serta banyak satwa yang dibarter. Alasannya saat itu: memajukan maupun memperbaiki sarana KBS.
Dua tahun dikelola TPS, Walikota Tri Rismaharini mengirim surat ke Presiden SBY yang ditembuskan ke Kemenhut, Mendagri maupun ke Badan Pemeriksa Keuangan untuk meminta izin pengelolaan KBS.
Dalam perjalanan mendapatkan izin, pemkot mendapat banyak halangan. Mereka mengancam akan mengambil paksa lahan KBS dan mengeksekusi seluruh satwa. Ancaman tersebut akhirnya berbuah hasil dengan surat dari Kemenhut bernomor S.387/Menhut-IV/2013 yang ditandatangani Menhut Zulkifli Hasan pada 3 Juli 2013.
Pemkot menata ulang KBS, mulai perbaikan kandang, kesejahteraan satwa dan karyawan. Mereka membentuk Perusahaan Daerah Taman Satwa (PDTS) yang khusus menangani KBS. Meski penanganan KBS diserahkan ke pemkot, Kemenhut meminta Perusahaan Daerah Taman Satwa (PDTS) KBS tetap berkoordinasi dengan BBKSDA Jatim dan Tim Pengelola Sementara KBS untuk pengelolaan satwa.
Di tengah penataan ulang, gnu mati karena kembung, Senin (6/1) lalu. Esoknya, Michael mati seperti gantung diri. Kasus ini kini diselidiki polisi.
(bdh/try)