Namun nyatanya praktik prostitusi tetap mudah ditemui di Ibu Kota. Bisnis 'esek-esek' ini tumbuh subur di sudut-sudut Jakarta. Baik yang secara terang-terangan maupun tersembunyi. Modusnya bermacam-macam, mulai yang menjajakan diri di pinggir jalan, hingga yang dibalut dengan panti pijat dan pedagang kopi asongan.
Jalan Cipinang, Jalan Hayam Wuruk atau pun kawasan Bongkaran, Tanah Abang Jakarta Pusat merupakan tiga tempat yang biasa dipakai para pekerja seks komersial menjajakan cintanya. Mereka berdiri di pinggir jalan dengan memakai pakaian seksi dan terbuka, mencari pelanggan. Praktik ini berlangsung hampir tiap malam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lain halnya modus yang digunakan di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta Utara. Prostitusi di tempat in dikenal dengan istilah kopi pangku. Keberadaaannya seakan tidak terlihat dari luar. Sekilas hanya terlihat para wanita yang menjajakan kopi.
Mereka mengelilingi kawasan pelabuhan dengan menenteng keranjang kopi, atau pun yang menggunakan teknologi ponsel genggam untuk menentukan lokasi pertemuan. Target pelanggan mereka adalah para awak kapal dan sopir truk yang berada di pelabuhan tersebut.
Ada juga prostitusi tersembunyi dengan berkedok layanan panti pijat. Dari luar yang tampak hanya sebuah tempat bertuiliskan pijat refleksi atau tradisonal, namun jika telah masuk ke dalam, para wanita muda dan seksi menawarkan ke pelanggan apakah hanya sekedar pijat atau berlanjut ke hubungan suami isteri.
Lokalisasi Kramat Tunggak dibangun pada zaman Gubernur Ali Sadikin. Lokalisasi yang terletak di Koja Jakarta Utara itu disebut sebagai yang terbesar di Asia Tenggara. Setelah dibubarkan oleh Gubernur Sutiyoso, praktik prostitusi justru pindah ke tempat-tempat lain. Mereka membuat komunitas-komunitas kecil dengan tetap menjalankan praktik prostitusi skala kecil.
Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama mengatakan pembubaran lokalisasi di Kramat Tunggak belum bisa menyelesaikan persoalan prostitusi di Ibu Kota.
“Kita berantas semua (lokalisasi) pun, memangnya bisa dijamin tidak ada pelacur kelas tinggi di hotel-hotel bintang 3 atau bintang 6, di apartemen-apartemen yang sekali berapa puluh juta," kata pria yang akrab disapa Ahok ini kepada detikcom, Rabu (18/12) pekan lalu.
Mantan Bupati Belitung Timur itu pun mewacanakan adanya lokalisasi prostitusi di Jakarta. “Kalau ada lokalisasi tidak ada permainan (oknum-oknum) dan malah lebih mudah dibatasi,” kata dia.
Menurut Ahok, lokalisasi prostitusi yang resmi akan memberikan beberapa manfaat. Berbeda ketika membiarkan pelacuran berkembang liar dan tersebar mulai dari kaki lima hingga hotel berbintang, seperti saat ini.
(erd/erd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini