Rencana Pengelolaan Bandara oleh Asing
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Rencana Pengelolaan Bandara oleh Asing

Jumat, 20 Des 2013 10:58 WIB
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Jakarta - Komponen-komponen dalam bandara terdiri atas pengelolaan bandar udara, pengelolaan perusahaan angkutan udara, dan kebutuhan pengguna jasa angkutan udara. Keluarannya berupa parameter utama untuk skala operasional yang mencakup kesesuaian antara pemenuhan permintaan angkutan penumpang dan barang, kapasitas angkutan udara, serta kapasitas bandar udara.

Sistem bandara akan berhasil baik jika setiap komponen dapat mencapai suatu keseimbangan dengan dua komponen yang lain. Kegagalan dalam pencapaian tersebut akan berakibat pada kurang optimalnya skala operasi fasilitas dan layanan udara, seperti kelambatan pemberangkatan, tingkat layanan yang berkurang, fasilitas operasi kurang mendukung, tingkat keselamatan atau keamanan kurang terjamin, atau penambahan pengeluaran biaya.

Dalam rangka pencapaian pengelolaan bandara, pemerintah merencanakan membuka ruang bagi investor asing untuk mengelola bandara di Indonesia. Rencana tersebut merupakan suatu langkah yang baik terutama menyambut ASEAN Integrity tahun 2015 mendatang, namun hal tersebut perlu dipikirkan secara matang. Apakah sumber daya manusia kita sudah tidak mampu lagi mengelola bandara atau negara sudah tidak mempunyai cukup dana lagi untuk pengelolaan tersebut?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perlu diketahui rencana pengelolaan bandara sepenuhnya oleh pihak asing bertentangan dengan undang-undang penanaman modal asing (PMA). Oleh sebab itu pemerintah perlu melakukan revisi Daftar Negatif Investasi (DNI). Dalam revisi tersebut ada lima bidang usaha yang sebelumnya tertutup bagi investor asing akan dibuka, seperti bidang usaha bandara, pelabuhan, terminal darat, terminal barang dan jasa kebandaraan.

Terkait dengan revisi DNI tersebut, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Mahendra Siregar mengatakan, ada beberapa perubahan dalam revisi Daftar Negatif Investasi (DNI) yang dikeluarkan. Khusus di sektor pengelolaan bandara akan mengalami perubahan secara final menjadi 51 persen dapat dilakukan oleh investor dalam negeri/domestik sedangkan yang 49 persen oleh investor asing, yang mana sebelumnya 100 persen bisa dimiliki investor asing untuk pengelolaannya. Sedangkan operator kereta api diusulkan sebesar 95 persen, ada lagi beberapa sektor lain yang mengalami perubahan, seperti operator dan distribusi film.

Mahendra Siregar juga mengatakan, porsi investor asing tetap terbuka untuk pengelolaan bandara karena pemerintah memiliki dana yang cukup terbatas untuk memberikan pelayanan dan melakukan pembenahan sarana insfratruktur di sekitar kawasan bandara. BKPM telah melakukan diskusi dengan perusahaan pengelola bandara dalam negeri maupun luar negeri. Persentase yang diberikan cukup kondusif untuk perkembangan yang lebih menarik dalam pengelolaan bandara, namun pemerintah tetap mengelola kepemilikan aset dalam lingkungan bandara. Hal ini disebabkan revisi DNI terbaru hanya memberikan penjelasan terkait pengelolaan jasa yang boleh diberikan ke investor asing.

Dalam revisi DNI tersebut juga dijelaskan mengenai pengelolaan pelabuhan kapal laut serta pelayanan jasa kereta api oleh investor asing, dimana selama ini masih sepi peminatnya. Untuk pelabuhan tampaknya perlu pertimbangan yang matang dari kedua belah pihak, baik dari Indonesia maupun pihak pengelola jasa pelayanan investor asing mengenai jumlah saham yang boleh dikuasai.

Revisi DNI berkaitan dengan Peraturan Presiden (Perpres) No 30 tahun 2010, oleh sebab itu revisi aturan tersebut tetap mengedepankan kepentingan pelaku usaha dalam negeri artinya direvisinya DNI tidak boleh mengenyampingkan kepentingan nasional. Gagasan revisi DNI ini, berawal dari keinginan pemerintah agar investasi asing mengalir deras ke Tanah Air, namun investasi di Indonesia masalahnya memang banyak hambatnya. Masalah klasik seperti birokrasi, korupsi serta minimnya infrastruktur yang sering sekali menjadi penyumbat investor.

Langkah yang diambil oleh pemerintah sudah tepat, kalau mau mengundang investor masuk ke negara kita jangan investasi dibuka terlalu lebar, karena akan membahayakan sektor bisnis di negeri ini, yang nantinya akan dikuasai asing sehingga Indonesia hanya akan dijadikan pasar saja. Ada kekhawatiran dari revisi DNI tersebut, dengan semakin terbukanya usaha-usaha baru untuk investor asing di negara ini, sektor jasa akan semakin menyumbang defisit pada transaksi berjalan atau neraca pembayaran Indonesia/NPI sebab akan semakin besar repatriasi keuntungan asing yang harus dibawa ke luar.

Dalam catatan Bank Indonesia (BI), sektor jasa mencatatkan defisit sebesar USD 2,5 miliar. Defisit terbesar disumbang sektor transportasi yakni USD2,37 miliar. Hal ini dapat mengancam repatriasi keuntungan perusahaan ke luar negeri yang semakin besar dengan revisi DNI. Karena itulah, pemerintah dalam merancang sebuah aturan agar dipertimbangkan dengan matang, sehingga nantinya tidak ada eksodus repatriasi yang terlalu besar.

Pembukaan kesempatan investasi asing terhadap sektor jasa seperti pengelolaan bandara dan pelabuhan yang direncanakan pemerintah dalam perubahan DNI, tidak akan memperbesar defisit neraca jasa dalam neraca pembayaran. Selain itu, terkait kekhawatiran tentang wewenang asing yang lebih besar akan mengutak-atik peraturan yang berlaku selama ini, peraturan tetap akan ditangani oleh regulator. Pelaku usaha, siapapun dia tidak bisa mengintervensi wewenang regulator terkait hal tersebut.

Pengelolaan bandara oleh investor asing boleh-boleh saja dilakukan, tapi jangan sampai ada kenaikan-kenaikan biaya pengelolaan bandara. Dalam perkembangan dunia penerbangan ada beberapa bandara yang berkembang di negara tetangga yang bisa dijadikan contoh seperti Changi-Singapura. Hingga saat ini, bandara internasional dalam negeri masih dinilai belum kondusif dan belum melancarkan bisnis industri penerbangan secara baik, oleh sebab itu langkah yang diambil pemerintah perlu dilakukan.

Selain itu bandara merupakan sektor bisnis yang cukup menjanjikan, namun semuanya itu tergantung siapa yang mengelolanya, jika bandara mau dikelola pihak swasta asing harus dilihat kualitas dan tujuan pengelolaannya. Hal itu untuk mencegah terjadinya kekacauan dalam investasi dan pengelolaan asing mempunyai arti yang berbeda, namun intinya kalau yang diambil adalah pengelola bandara boleh saja, tetapi jangan mengotak-atik masalah biaya pengoperasian yang sudah sering terjadi pada saat ini di beberapa bandara.

Pengelolaan bandara oleh asing memang perlu dilakukan sebab Indonesia akan menghadapi liberalisasi penerbangan di ASEAN atau ASEAN Open Sky Policy pada 1 Januari 2015. Oleh sebab itu pemerintah harus dapat menyeleksi investor-investor asing jika ingin mengelola bandara di Indonesia. Dalam rangka uji coba pengelolaan bandara kepada investor asing sebaiknya diberikan dulu bandara-bandara yang kecil, seperti Lampung, Bengkulu, Palu dan Babel.

*) Datuak Alat Tjumano adalah peneliti senior di Forum Dialog (Fordial), Jakarta.

(nwk/nwk)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads