Warung Cahaya Tandingi Praktik 'Duren Parung'

\'Duren Parung\' di Warung Remang-remang

Warung Cahaya Tandingi Praktik 'Duren Parung'

- detikNews
Kamis, 19 Des 2013 12:23 WIB
Foto ilustrasi razia PSK oleh sebuah organisasi kemasyarakatan. (detikcom)
Jakarta - Keberadaan warung remang-remang dan praktik prostitusi di Parung, Bogor Jawa Barat sudah berlangsung puluhan tahun. Sederat razia yang dilakukan baik oleh pemerintah daerah, maupun organisasi masyarakat seperti Front Pembela Islam tak bisa menghilangkan praktik prostitusi di Parung.

Direktur Institut Inovasi Sosial Indonesia (INSOS), Arifin Purwakananta mengatakan praktik prostitusi sudah terlanjur mendapat dukungan dari masyarakat Parung. Masyarakat menganggap hadirnya warung remang-remang banyak mendatangkan keuntungan.

Anggapan itu tidak salah. Karena dalam praktiknya banyak masyarakat yang menyewakan rumah, warung hingga bahan makanan untuk pekerja seks komersial di Parung. Warga pun bisa mendapatkan uang dengan cara mudah dan cepat. Tak heran jika akhirnya banyak masyarakat yang justru membantu kegiatan warung remang-remang. Kebiasaan itu pun sudah mengakar sampai sekarang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Fakta tersebut menurut Arifin harus disikapi bukan dengan cara kekerasan seperti razia atau merobohkan warung remang-remang. Melainkan dengan cara pendekatan personal, yakni dengan membuat program tandingan bernama warung cahaya.

Tujuan warung cahaya adalah membentengi masyarakat wilayah sekitar dengan melakukan pendekatan pendidikan, budaya, ekonomi, dan sosial agar tidak ikut terjerumus ke dunia prostitusi. Salah satunya dengan membimbing masyarakat agar punya penghasilan sendiri secara halal.

Seperti membuat usaha kerajinan anyaman keset, dan sapu. Pola pikir masyarakat yang hanya mengandalkan penghasilan dari menyewakan rumah ke penjaja seks komersial perlahan diubah. Cara pendekatan sosial dan agama seperti pengajian dan berdakwah pun mulai dilakukan sejak 2009.

Selain ustadz, beberapa tokoh masyarakat sekitar diajak ikut serta dalam pendekatan ini. “Lama kelamaan masyarakat sudah bisa melakukan. Nah, itu terus kami lakukan. Karena bagus dan masyarakat mau, ya tahun ini kami mulai namakan warung cahaya,” kata Arifin kepada detikcom, Selasa (17/12) lalu.

Dia mengaku tidak mudah membuat program warung cahaya. Selain harus melakukan pendekatan ke masyarakat dalam berbagai aspek, cara ini harus dilakukan secara konsisten. Awalnya masyarakat kaku dan tidak langsung menerima pendekatan ini.

Bimbingan agama seperti pengajian dan ceramah dari ustadz yang menjadi aktivis INSOS terus dilakukan. Agar bisa kuat membentengi, INSOS sengaja menjadikan beberapa rumah warga dan saung sebagai warung cahaya. Lokasi rumah untuk warung cahaya ini dipilih karena berdekatan dengan warung remang-remang.

“Sengaja kita pilih yang dekat dan berhadapan. Agar warung remang ini enggak masuk ke masyarakat lebih jauh. Masyarakat juga kuat dan dibentengi,” kata pria kelahiran 20 Oktober 1967 ini.

Dibandingkan memakai cara kekerasan dengan menghancurkan warung atau menutup paksa, pendekatan ala warung cahaya dianggap Arifin lebih sesuai. Pasalnya, cara kekerasan ini dulu pernah dilakukan oleh organisasi masyarakat namun percuma. Warung remang yang dihancurkan di pinggir jalan malah pindah ke kampung dan dinilai lebih berbahaya karena bisa memberikan pengaruh negatif ke masyarakat.

“Berhasilnya cuma itu. Tapi, setelah kekerasan malah menjamur di dalam kampung warung-warungnya,” kata Arifin.

Menurut dia untuk membenahi praktik prostitusi harus dicari solusinya yaitu mengurangi dukungan dari masyarakat secara perlahan. Ia yakin menyelesaikan prostitusi itu harus dicabut akarnya. Persoalan akar ini diibaratkan masyarakat yang selama ini memberikan pasokan sarana.

Kalau masyarakat punya pola pikir positif tentu akan membentengi dirinya dari keterlibatan dalam prostitusi. Cara ini juga lebih halus dan tidak membuat aktivis INSOS berhadapan dengan oknum-oknum preman yang membekingi.

“Kalau pasokan berhenti, masyarakat tegas ya pasti warung remang-remang itu perlahan akan mengecil dan habis. Mereka juga akan memusuhi warung remang itu. Tapi, kalau dibiarkan ya akan bertambah terus,” kata pria yang melakukan riset soal prostitusi sejak 2001 ini.

(erd/erd)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads