"Saya sebagai Ketua Komisi IX yang membidangi kesehatan dan perburuhan keberatan jika RUU Pertembakauan dijadikan prioritas. Karena saya memandang banyaknya korban kesehatan akibat tembakau di Indonesia. Di UU Kesehatan juga telah dimasukan tembakau sebagai zat adiktif," ujar Ketua Komisi IX Ribka Tjiptaning di Ruang Paripurna DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (17/12/2013).
Hal yang sama juga dilontarkan oleh Wakil Ketua Komisi I Ramadhan Pohan. "Saya prihatin karena hanya di Indonesia saja yang orang merokok di mana-mana. Di China dan India itu tegas soal rokok," tutur Ramadhan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Gimana posisi bangsa ini terkait masalah rokok ini tak bisa dari kesehatan saja, industri saja, ataupun buruh saja. Ini menyangkut petani ada, buruh ada, industri ada, jadi kita tidak usah saling suudzon menuding bahwa RUU Pertembakauan tak peduli kesehatan, di sisi lain yang menolak RUU dianggap pro kepentingan asing," sanggah Anggota Komisi VI DPR RI Arya Bima.
Sejak ditetapkannya tembakau sebagai zat adiktif oleh UU Kesehatan, import rokok justru semakin besar. Anggota Komisi VI Hendrawan Supratikno meminta Baleg untuk bijaksana mengambil keputusan.
"Pada saat bicara industri kita terjebak kepentingan asing. Hanya sedikit industri yang kita kuasai. Industri (tembakau) ini sedang diincar asing. Kalau sudah dikuasai, lalu kita punya apa? Inilah pertaruhan kita yang terakhir di dunia industri," tutur Hendrawan.
Taufik Kurniawan kemudian mengetok palu dan menganggap usulan baleg memprioritaskan RUU Tembakau tersebut disetujui. Sejumlah anggota dewan yang tak setuju pun protes.
"Loh? Belum disetui kok sudah diketok? Aduh, Pak Takur..Pak Takur (panggilan untuk Taufik Kurniawan)," celetuk salah seorang perempuan anggota dewan.
(bpn/van)