Dalam waktu singkat beberapa warga Dusun Desa Beli langsung menggerebek aks Rubi. Pria berusia 40 tahun tersebut kemudian digelandang ke Balai Gempeng, di perkampungan suku Sasak, Desa Gumantar.
Dibangunan berukuran 4 x7 meter itu, Rubi langsung diadili tokoh-tokoh adat setempat. Dalam sidang adat itu, Rubi yang terbukti menebang pohon di tanah adat itu kemudian diganjar hukuman denda seekor kambing, seekor ayam, dan satu kuintal (100 kg) beras.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Prosesi tersebut merupakan peragaan yang diperankan warga Dusun Desa Beli, Gumantar, terkait hukuman bagi penebang pohon yang ada di tanah ada Desa Gumantar. Simulasi tersebut diperagakan untuk menunjukan kepedulian warga setempat terhadap ancaman bencana banjir dan tanah longsor yang suatu saat bisa mengancam wilayah mereka.
Menurut Japarti, Kepala Desa Gumantar, hukuman bagi penebang kayu di tanah adat sudah diatur hukum adat yang sudah diterapkan secara turun-temurun. Hukum adat tersebut bernama Awik-Awik.
“Kami punya Awik-Awik yang mengatur kehidupan warga adat di Gumantar, salah satunya pasal Awik-Awik, adanya larangan menebang pohon besar di tanah adat,” terang Japarti kepada detikcom, Senin (16/12/2013).
Japarti mengatakan, hukum adat tersebut semakin diperketat lantaran wilayah Gumantar,merupakan salah satu wilayah yang rentan bencana banjir dan longsor. Sebab di desa yang punya ketinggian 400 meter dari permukaan laut, itu, dikelilingi perbukitan.
Informasi yang diperoleh detikcom dari Oxfam Indonesia, Curah hujan di Gumantar rata-rata 1.958,5 mm per tahun dengan jumlah curah hujan 6 bulan dan suhu rata-rata hariannya 28 – 350c.
Menurut aktivis Oxfam Indonesia, Cici Riesmasari, kondisi iklim yang seperti itu telah memicu munculnya berbagai ancaman bencana, Banjir dan longsor, kekeringan, gizi buruk, gagal panen, rawan pangan, dan kebakaran lahan.
Karena ancaman itu, imbuh Cici, Oxfam membuat program pengurangan risiko bencana (PRB) di Desa Gumantar. Dengan program yang berbasis masyarakat di tingkat komunitas tersebut diharapkan bisa mengurangi risiko bencana mengancam ekosistem dan sistem sosial masyarakat di Desa Gumantar.
Tebang Pohon Di Desa iniDidenda Kambing dan Beras Satu Kwintal
====
Rubi terlihat mengendap-endap di semak-semak siang itu. Pelan-pelan, pria tersebut mengayunkan kapak ke sebuah pohon besar yang ada di ujung Dusun Desa Beli, Desa Gumantar, Kayangan, Lombok Utara.Namun aksinya itu ternyata diketahui Ramadi, warga dusun itu dan melaporkan aksi penebangan tersebut.
Dalam waktu singkat beberapa warga Dusun Desa Beli langsung menggerebek aks Rubi. Pria berusia 40 tahun tersebut kemudian digelandang ke Balai Gempeng, di perkampungan suku Sasak , Desa Gumantar.
Dibangunan berukuran 4 x7 meter itu, Rubi langsung diadili tokoh-tokoh adat setempat. Dalam sidang adat itu, Rubi yang terbukti menebang pohon di tanah adat itu kemudian diganjar hukuman denda seekor kambing, seekor ayam, dan satu kwintal (100 kg) beras.
Kambing, ayam, dan beras itu kemudian dimasak dan dimakan beramai-ramai oleh warga dusun di lokasi tempat pohon itu ditebang.
Prosesi tersebut merupakan peragaan yang diperankan warga Dusun Desa Beli, Gumantar, terkait hukuman bagi penebang pohon yang ada di tanah ada Desa Gumantar. Simulasi tersebut diperagakan untuk menunjukan kepedulian warga setempat terhadap ancaman bencana banjir dan tanah longsor yang suatu saat bisa mengancam wilayah mereka.
Menurut Japarti, Kepala Desa Gumantar, hukuman bagi penebang kayu di tanah adat sudah diatur hukum adat yang sudah diterapkan secara turun-temurun. Hukum adat tersebut bernama Awik-Awik.
“Kami punya Awik-Awik yang mengatur kehidupan warga adat di Gumantar, salah satunya pasal Awik-Awik, adanya larangan menebang pohon besar di tanah adat,” terang Japarti kepada detikcom.
Japarti mengatakan, hukum adat tersebut semakin diperketat lantaran wilayah Gumantar,merupakan salah satu wilayah yang rentan bencana banjir dan longsor. Sebab di desa yang punya ketinggian 400 meter dari permukaan laut, itu, dikelilingi perbukitan.
Informasi yang diperoleh detikcom dari Oxfam Indonesia, Curah hujan di Gumantar rata-rata 1.958,5 mm per tahun dengan jumlah curah hujan 6 bulan dan suhu rata-rata hariannya 28 – 350c.
Menurutaktivis Oxfam Indonesia, Cici Riesmasari, kondisi iklim yang seperti itu telah memicu munculnya berbagai ancaman bencana, Banjir dan longsor, kekeringan, gizi buruk, gagal panen, rawan pangan, dan kebakaran lahan.
Karena ancaman itu, imbuh Cici, Oxfam membuat program pengurangan risiko bencana (PRB) di Desa Gumantar. Dengan program yang berbasis masyarakat di tingkat komunitas tersebut diharapkan bisa mengurangi risiko bencana mengancam ekosistem dan sistem sosial masyarakat di Desa Gumantar.
(ddg/trq)