Melakukan pengalian makam korban dugaan tindak kriminal dilakukan guna mengungkap adanya jejak kekerasan yang dialami korban, bagaimana korban tewas dan dugaan cara kekerasan yang dialami korban. Jejak tersebut diketahui oleh saksi ahli yang merupakan dokter forensik. Adapun kewenagan tersebut diatur dalam Undang-undang No 8/1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Poin mengenai kewenangan penggalian mayat guna pembuktian di persidangan tersebut tercantum di dalam pasal 135, dengan mengacu kepada pasal 133 ayat 2 dan 134.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adi berharap, pihaknya mendapatkan petunjuk menuju pada tersangka di balik tewasnya Fikri. Adapun saksi-saksi yang telah diperiksa penyidik sebanyak sembilan orang. Tujuh orang berasal dari civitas kampus dan dua lainnya merupakan masyarakat sekitar dimana kegiatan ospek di Kemah Bakti Desa (KBD) 12 Oktober lalu dilaksanakan.
"Cukup dengan kesaksian itu diharapkan bisa merekonstruksi kejadian," ujar Adi.
Mengapa penyidik tidak menggali makam untuk menguatkan bukti di pengadilan terkait penyebab tewasnya Fikri?
"Kita harus menghormati hak keluarga. Kita (penyidik) sudah menjelaskan dengan sebaik-baiknya (soal pembongkaran makam), tapi pihak keluarga tetap menolaknya," kata Adi.
Alasan lain polisi tidak mau serta merta menggali makam karena tidak adanya izin keluarga, adalah karena faktor spekulasi. Adi khawatir dalam penggalian nanti tidak akan menemukan jejak kekerasan dan malah membuat kecewa keluarga korban.
"Kalau jejak itu sudah tidak bisa terbaca lagi bagaimana?" tanyanya.
Selain mencari keterangan dari para saksi, dia berharap mendapatkan petunjuk dari video kekerasan ospek ITN yang beredar luas di masyarakat serta mengaitkan dengan tewasnya Fikri.
(ahy/tfn)