Demikian seperti dilaporkan oleh surat kabar The Guardian Australia dan dilansir AFP, Senin (2/12/2013). Dokumen rahasia milik Direktorat Sandi Pertahanan (DSD) Australia tersebut dibocorkan oleh pembocor intelijen Amerika Serikat Edward Snowden.
Salah satu dokumen tersebut menyebut jenis informasi yang seharusnya menjadi informasi pribadi tersebut. Mulai dari informasi medis, informasi hukum hingga informasi keagamaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Laporan tersebut menyebut, DSD yang kini juga dikenal sebagai Direktorat Sandi Australia menawarkan kepada mitra globalnya untuk berbagi informasi. Informasi yang dimaksud berupa metadata dari informasi-informasi massal milik warga Australia.
Asalkan informasi tersebut tidak dimaksudkan untuk menargetkan warga negara Australia tertentu. "Pengumpulan data tanpa disengaja tidak dipandang sebagai isu signifikan," demikian bunyi catatan pada konferensi tersebut.
Surat kabar tersebut menyatakan, dokumen ini semakin memperjelas bagaimana kiprah intelijen Australia. Terutama soal badan intelijen yang mana yang secara sepihak membagi informasi dengan mitra intelijen asing.
"Memberikan konfirmasi lebih lanjut soal hal tersebut, paling tidak soal adanya pengawasan metadata pribadi warga Australia yang dilakukan tanpa perintah," sebut The Guardian Australia.
Metadata yang dimaksud dalam hal ini merujuk pada informasi yang didapatkan ketika orang-orang menggunakan teknologi seperti telepon genggam dan juga komputer.
Surat kabar ini mengutip tanggapan dari pengacara HAM ternama, Geoffrey Robertson, yang menuturkan bahwa bocoran dokumen rahasia terbaru ini meningkatkan keprihatinan terhadap badan intelijen Australia yang nyata-nyata bisa beroperasi dengan melanggar mandat hukumnya.
(nvc/mad)