"Realitas kehidupan perempuan yang dipoligami cenderung lebih banyak mengalami kekerasan daripada kebahagiaan," kata Prof Tri Lisiani seperti detikcom kutip dari pidato pengukuhan guru besar hukum perdata Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Purwokerto, Jawa Tengah, Prof Dr Tri Lisiani, Rabu (20/11/2013).
Menurut Tri, kenyataan keseharian menunjukkan pada adanya perempuan yang mau dipoligami, tetapi hal ini tidak bisa sekaligus menunjukkan bahwa mereka menyukai jalan hidup yang demikian. Seperti empat perempuan yang bersedia dipoligami dilakukan oleh Pemilik Ayam Goreng Wong Solo, sementara sikap yang berbeda dilakukan oleh penyanyi Dewi Yul yang tidak bersedia dipoligami dan memilih bercerai dari suaminya Rae Sahetapi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tri juga menyoroti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membuka jalan anak yang di luar perkawinan mempunyai hubungan hukum dengan ayah biologis dan keluarga ayah biologisnya. Tapi putusan itu belum final, sebab masih butuh jalan panjang jalan yang harus ditempuh ibu biologis anak tersebut untuk membuktikan bahwa anaknya mempunyai bapak biologis.
"Kesulitan lain yaitu tingginya biaya test DNA sebagai cara untuk membuktikan keabsahan anak tersebut yaitu berkisar antara Rp 7-15 juta. Kesulitan lain yaitu laki-laki atau keluarganya tidak mau dilakukan test DNA," ucap peraih doktor dari Murdoch University, Australia itu.
(asp/rmd)