Media Australia, news.com.au, Selasa (19/11/2013), menyebutkan bahwa aktivitas spionase yang dilakukan oleh Australia sebenarnya sudah menjadi rahasia umum. Terlebih karena Australia memang diketahui bekerja sama dengan sejumlah negara lain, termasuk Amerika Serikat untuk melakukan aktivitas spionase.
Tidak hanya itu, Australia juga selalu memiliki pos penyadapan di kantor kedutaannya yang ada di luar negeri. Lebih lanjut, news.com.au merangkum enam hal yang perlu diketahui soal aktivitas spionase Australia:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Australia anggota UKUSA
|
Mereka bertanggung jawab untuk melakukan spionase di sejumlah negara, termasuk Indonesia. Kelima anggota UKUSA ini saling berbagai informasi intelijen yang mereka dapatkan.
2. Ada di Jakarta, Bangkok dan Port Moresby
|
Transponder tersebut biasanya dipasang di bagian atap gedung kedutaan mereka. Jangkauan transponder tersebut mencapai 20 kilometer.
3. Beroperasi di Jakarta sejak 1970-an
|
Kantor Russell merupakan sebutan bagi markas Departemen Pertahanan Australia.
4. Selalu waspada saat melakukan kunjungan ke LN
|
Sebagai contoh, ketika berkunjung ke China, seluruh telepon genggam dan komputer mereka diamankan di lemari khusus yang ada di kedutaan mereka atau bisa juga diamankan di negara ketiga. Hal semacam ini dilakukan untuk menghindari praktik penyadapan terhadap para pejabat maupun politisi Australia.
5. Harus ada izin dari Menhan Australia
|
6. Dibocorkan oleh Edward Snowden
|
Dokumen tersebut bocor ke tangan Edward Snowden dan kemudian dirilis ke publik oleh media Inggris The Guardian serta media Australia sendiri, Australian Broadcasting Corporation (ABC). Dari dokumen tersebut, diketahui bahwa ada sepuluh pejabat tinggi pemerintahan Indonesia yang menjadi target penyadapan ASD pada Agustus 2009 lalu.
Kesepuluh orang itu adalah Presiden SBY, Ibu Ani Yudhoyono, Wakil Presiden Boediono, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Dino Patti Djalal yang saat itu masih menjadi juru bicara presiden urusan luar negeri, Andi Malarangeng yang saat itu menjadi juru bicara presiden, Hatta Rajasa yang saat itu menjabat Mensesneg, Sri Mulyani Indrawati yang saat itu menjabat Menkeu, Widodo Adi Sucipto yang saat itu menjabat Menko Polhukam dan Sofyan Djalil yang saat itu menjabat Menteri BUMN.
Halaman 2 dari 7