Saat Agus menjalani proses hukuman karena kasus suap cek pelawat Miranda Goeltom, tunjangan pensiun tetap mengalir di rekening bekas politisi PDI Perjuangan itu untuk nafkah keluarganya.
“Gaji pokok saya waktu itu Rp 4,2 juta tahun 2008. Pensiun saya ya 70 persen dikalikan Rp 4,2 juta terus ditambah tunjangan anak dan istri. Dimasukin total ya sekitar Rp 3,7 juta setiap bulan," kata Agus saat dihubungi detikcom, Kamis (07/11). "Jumlahnya ya segitu aja, belum pernah naik.”
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara, bila lebih dari satu periode dan hampir dua periode bisa mencapai 70 persen dari gaji pokoknya. Agus mendapat tunjangan sekitar 70 persen. Tunjangan pensiun ini sudah diperoleh sebelum dirinya ditetapkan sebagai salah seorang terpidana kasus cek pelawat pada 2004.
“Ya masak belum dinyatakan bersalah kok dihentikan fasilitas tunjangan pensiun. Saya juga diberhentikan secara terhormat. Ini kan buat bayar listrik, air PAM, sekolah anak-anak, Mas. Ditambah usaha kecil-kecilan di kampung,” ujarnya.
Disinggung soal adanya wacana penghapusan tunjangan pensiun bagi anggota Dewan yang bermasalah dengan hukum, menurut Agus, hal itu harus dilihat secara obyektif.
Sebagai bekas narapidana, ia tidak keberatan dengan usulan tersebut kalau memang bertujuan memberikan kontribusi lebih baik bagi sistem kerja legislatif. Tapi, usulan itu juga harus tegas bagi koruptor yang berada di instansi pemerintahan.
Dia menekankan, perlu juga pembedaan antara anggota Dewan yang terbelit kasus hukum yang diberhentikan secara hormat dan tidak hormat. Di sisi lain, diperlukan regulasi yang ketat untuk mengatur pasal-pasal sanksi bagi koruptor termasuk tidak mendapatkan tunjangan pensiun.
“Undang-undang harus diubah dan pasal sanksi ini harus dimasukan. Jadi, enggak terkesan longgar. Saya akui jumlah Rp 3,7 juta itu besar apalagi buat hidup di kampung yang masih murah. Tapi, kalau untuk kemajuan bangsa dan saya kena di dalamnya, saya berusaha ikhlas,” kata Agus yang membongkar kasus cek pelawat itu.
Anggota Badan Kehormatan DPR, Ali Maschan Moesa mengatakan pencabutan uang pensiun bagi anggota Dewan terpidana kasus korupsi dapat dilakukan jika undang-undang yang mengatur tentang hal tersebut direvisi. "Makanya itu kalau UU-nya direvisi baru (bisa)," kata Ali kepada detikcom, Jumat (8/10).
Kendati demikian, menurut anggota Komisi VIII DPR ini, pimpinan Dewan beserta BK DPR dapat mengusulkan ke Sekretariat Jenderal DPR untuk tidak memproses uang pensiun bagi yang terkena kasus korupsi.
"Tapi menurut saya gak usah nunggu revisilah, pimpinan DPR bersama BK bisa mengusulkan paling tidak kepada Sekjen, bagi mereka yang kena kasus korupsi jangan diproses, ditunda dululah, paling tidak begitu," ujarnya.
(brn/brn)