Menyikapi hal itu, puluhan warga yang tergabung dalam Masyarakat Antikekerasan Yogyakarta (MAKARYO) menggelar deklarasi "Jogja Darurat Kekerasan, Jogja Darurat Perlindungan Hak Asasi Manusia" di depan Pagelaran Keraton Yogyakarta, Kamis(6/11/2013). Yogya yang selama ini dikenal dengan daerah yang toleran dan damai dalam keberagaman, semakin luntur oleh aksi-aksi kekerasan tersebut. Apalagi kasus-kasus kekerasan tersebut, tidak diungkap tuntas maka makin menciderai rasa aman publik Yogya.
Koordinator aksi, Benny Susanto mengatakan, sejak tahun 1996 lalu sampai dengan Oktober 2013 setidaknya ada 18 kasus kekerasan. Dalam prosesnya, kasus-kasus tersebut tidak ada kejelasan alias tidak tuntas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kasus yang cukup mencolok diantaranya kasus terbunuhnya wartawan Udin sejak 1996 lalu dan belum tuntas hingga sekarang. Dan yang terbaru, kasus pembubaran diskusi dan penganiyayaan di Wisma Santi Dharma, Godean, Sleman oleh kelompok FAKI, kemduian kasus pembubaran diskusi dan perusakan kantor LKiS tahun 2012, Perusakan Makam Cucu Sultan HB VI(2013), Penembakan Sipir LP Wirogunan(2013) dan lain-lain.
Warga mendesak agar Kepolisian menangkap dan mengadili aktor intelektual dan pelaku-pelaku kekerasan, meminta Keraton Yogyakarta untuk proaktif mengawal penuntasan proses hukum kasus kasus kekerasan di Yogya yang mandeg sejak 1996, meminta agar Keraton proaktif mencegah aksi kekerasan di Yogyakarta.
(mpr/mpr)