Keempat agen wanita itu bernama Meredith, Patricia, Carla dan Susan. Nama belakang mereka sengaja tak disebutkan demi alasan keamanan.
Mereka diminta berdiskusi oleh internal CIA tentang masa-masa pengabdian sebagai seorang wanita intelijen. Pembicaraan yang direkam itu pada 30 Oktober 2013 lalu dibuka transkripnya oleh CIA. Tentu saja dengan beberapa sensor.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meredith
CIA Archive
|
Selama bertugas, Meredith selalu memperhatikan penampilan orang lain dari kaki dan kaos kaki. Sebab, ada beberapa yang bisa dikenali.
"Kita bisa tahu agen asing hanya dari kaos kaki dan sepatunya," kata Meredith tentang caranya mengenali para agen asing.
Patricia
CIA Archive
|
Sama dengan Meredith, Patricia juga mengungkapkan kelebihan wanita dalam dunia intelijen. Menurutnya, wanita lebih baik dalam mendeteksi agen intelijen.
"Wanita lebih baik dalam mendeteksi para pengintai dari kakinya," ujarnya.
"Saya selalu percaya bahwa wanita lebih sensitif terhadap sekelilingnya, untuk perlindungan fisik," sambungnya.
Menurut Patty, sapaan akrabnya, para agen intel tidak bisa berbelanja dengan baik hingga mudah dikenali.
Carla
CIA Archive
|
Selama bekerja, dia mengungkapkan caranya untuk menggali informasi. Salah satunya adalah teknik menjadi 'gadis bodoh'.
"Saya senang bicara denganmu karena kamu tidak terlalu pintar," ungkap Clara menirukan ucapan para pria yang sedang ditelisik informasinya.
Carla hanya duduk sambil memasang wajah tak bersalah. Hingga akhirnya dia bisa membongkar rencana pengeboman kedutaan besar AS.
"Dia menceritakan saya segalanya dan saya mendapat banyak informasi hanya karena saya menjadi wanita yang tidak terlalu pintar," ungkapnya lagi.
Susan
dok.CIA
|
Dalam diskusi itu, Susan lebih banyak mengarahkan diskusi. Dia mengajak para panelis untuk bicara tentang awal mula mereka masuk ke CIA, hingga persoalan gender yang kerap dikait-kaitkan dengan urusan karier.
"Sekali kita merasakan jadi seorang agen dengan kasus tertentu.. Sifat keibuan yang saya kerap perjuangkan jadi pilihan kedua," kata Susan.
Susan juga bercerita soal percerainnya dengan sang suami saat mendapat tugas pertama ke luar negeri.
"Bagi saya duduk di sini sebagai pegawai senior wanita adalah buah dari pengorbanan. Hal yang sama juga berlaku bagi para pria. Hanya saja bagi kita, pengorbanan itu dibarengi dengan perasaan bersalah: meninggalkan suami, anak dan tidak menjadi ibu ruma tangga lagi," ceritanya.
Susan juga merangkum perubahan peran wanita dalam dunia intelijen CIA. Bila dulu karier mereka mentok di level tertentu, kini semua sudah berubah.
Sudah banyak nama-nama yang menduduki jabatan penting di lembaga telik sandi tersebut. Yang terbaru adalah, ditunjuknya Avril Haines, sebagai orang nomor dua di CIA. Dia adalah orang nomor dua yang menduduki jabatan itu.
Halaman 2 dari 5