Sedekah dalam bentuk makanan dan kepala kerbau itu diarak keliling kampung lalu dibacakan doa bersama. Selanjutnya kepala kerbau dipancang di tepi pantai, sedang sesaji makanan dilarung ke tengah samudra menggunakan kapal.
"Sedekah laut atau tasyakuran ini sudah menjadi agenda rutin nelayan sini tiap tahun," kata Abdul Muin, panitia Sedekah Laut Kelurahan Karangsari, kepada wartawan.
Berdasarkan pantauan di lapangan, tradisi tahunan tersebut diikuti hampir seluruh warga Kelurahan Karangsari. Warga laki-laki sengaja tidak melaut demi memeriahkan sedekah laut, begitu pula para ibu rumah tangga turut serta keluar rumah.
Berbeda dengan ritual tradisi masyarakat pada umumnya yang menonjolkan
kesakralan, sedekah laut ini dilakukan bebas tanpa aturan. Tidak ada
bacaan doa khusus maupun jampi-jampi khas adat masyarakat Jawa mengiringi.
Dimulai dengan menghias sesaji kepala kerbau dewasa dan miniatur kapal
berisi makanan, bunga, serta kemenyan. Selanjutnya kedua sejaji itu diarak
ramai-ramai keliling kampung nelayan, menyusuri gang-gang sempit.
Arak-arakan berakhir di bibir pantai. Kepala kerbau kemudian dipancang di
atas tonggak kayu yang berada di tepi pantai. Sementara sesaji miniatur
kapal berisi makanan diarak kembali menggunakan perahu hias menuju tengah
laut.
Pada jarak tertentu, sesaji itu dilarung hingga ombak membawanya pergi
jauh. "Sesaji itu kita larung untuk persembahan pada penguasa laut jawa,"
terangnya saat ditemui di pantai.
Larung sesaji sudah menjadi tradisi tahunan masyarakat setempat. Hal itu
merupakan sedekah terhadap laut sebagai wujud rasa syukur atas limpahan
hasil alam berupa ikan. Diharapkan pula di tahun berikutnya hasil
tangkapan para nelayan lebih melimpah.
"Intinya kita dalam mencari nafkah di laut hasilnya melimpah dan kemudian
diberi keselamatan selama melaut," pungkasnya.
(fat/fat)