Terancam tidak mendapat dana operasional, ratusan tenaga medis mendatangi Kantor DPRD Bantul di Jalan Jend Sudirman, Kamis (03/10/2013). Tenaga medis yang terdiri dari dokter, bidan hingga perawat dari puluhan puskesmas dan RSUD di Bantul menuntut pencairan dana operasional.
Massa membawa spanduk dan poster yang di antaranya bertuliskan "Merindu Ketuk Palumu, Warga Bantul Dilarang Sakit ya.., Puskesmas Kolaps Bayi-bayi Imunisasi Kemana?!". Sluruh ambulans puskesmas dan RSUD dibawa serta.
"Molornya pengesahan APBD perubahan membuat 27 puskesma di Bantul terancam tidak bisa melayani masyarakat. Yang kami dengar, setiap
kali rapat paripurna, selalu tidak mencapai kesepakatan. Kami meminta DPRD segera mengetok palu agar kami bisa terus melayani," kata drg Maya Sintowati, Kepala Dinas Kesehatan Bantul.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejumlah anggota DPRD Bantul menemui para pengunjuk rasa. Mereka berjanji akan membahas dan mensahkan APBD perubahan agar pelayanan kesehatan tidak terganggu. "Secepatnya akan kita selesaikan. Besok Jumat siang, kita akan menggelar rapat paripurna dan semoga bisa langsung disahkan," kata Subhan Nawawi, salah satu anggota DPRD Bantul.
Molornya pembahasan APBD Perubahan yang terjadi lebih dari dua minggu ini dikarenakan belum ada kesepahan antara legislatif dan eksekutif terkiat alokasi dana hibah dan bansos. Dalam dua kali paripurna gagal, DPRD Bantul gagal mengambil keputusan.
Tak berselang lama, ribuan guru honorer datang ke DPRD. Mereka menuntut pencairan dana sertifikasi dan kesejahteraan. Tidak cairnya dana operasional sekitar Rp 241 miliar itu, dinilai bisa mengganggu proses belajar mengajar.
"Terutama bagi guru-guru honorer," kata guru SMP 2 Bantul, Umi Kulsum.
Aksi guru tak ditanggapi serius oleh anggota dewan. Salah satu anggota DPRD menilai demo guru salah sasaran. Sebab, dana sertifikasi berasal dari pemerintah pusat.Β
(try/try)