Pantauan detikcom, Selasa (17/9/2013), los-los toko di bawah Stasiun Cikini yang dulunya untuk penjual parsel itu sudah ditutup dengan seng oleh PT KAI. Seolah tak habis akal, para pedagang itu kembali lagi di Stasiun Cikini namun kali ini bukan menempati aset PT KAI melainkan fasilitas umum, trotoar.
Para pedagang juga memasang terpal yang sisinya menempel di tembok stasiun dan ujung lainnya menggantung di ujung trotoar. Tak pelak, sepanjang trotoar di Stasiun Cikini kini dikuasai oleh pedagang parsel. Barang-barang dagangan pun ditumpuk di sepanjang trotoar yakni keranjang rotan, kotak kado dan sebagainya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau kita mah sebenernya enggak mau dagang di sini, kita juga tahu kalau ganggu orang karena jualan di trotoar. Tapi gimana, kita kan bukan ayam, kita manusia, ya butuh kejelasan dari PT KAI kita nanti boleh dagang lagi gak di dalam, kalo enggak boleh, kita nanti di mana? Ya denger-denger sih di samping McDonald's itu ya, kayak di pinggir-pinggir jalan ke perkampungan gitu," kata Suhaya.
Sedangkan Eko, pedagang kerajinan rotan mengatakan, sebenarnya tidak masalah bila dirinya direlokasi. Namun dia berharap relokasinya tidak jauh dari Cikini.
"Tapi kalau bisa ya di Cikini karena ini sudah tradisional banget parsel di sini, sudah ikonnya deh. Kalau pendapatan, setelah digusur sama sebelum mah sama aja, nggak tentu namanya kita dagang," tutur Eko.
Sedangkan Ndai, penjaga toko parsel Bali mengatakan para pedagang parsel sudah berdagang di trotoar sehari setelah digusur dari los toko di dalam Stasiun Cikini. Dia mengakui kenyamanan dalam berdagang ini berkurang jauh.
"Habis digusur di dalam, besoknya juga kita sudah dagang di luar sini. Sebenarnya di dalam sama luar ya enakan di dalamlah ya, lebih adem. Di dalam juga lebih luas, ada kali lima kali lipatnya," kata Ndai yang membuka lapak di trotoar berukuran 2x2 meter.
(nwk/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini