"Selain penyelidikan pelanggaran kode etik oleh KY, kami juga meminta KY untuk melaporkannya ke KPK jika ditemukan pelanggaran pidana," kata Koordinator Indonesian Legal Roundtable (ILR), Erwin Natosmal Oemar, saat dihubungi, Kamis (4/9/2013).
Erwin menambahkan hakim PK Timan jelas-jelas menabrak KUHAP dan UU Kekuasaan Kehakiman karena menerima permohonan bukan dari Timan, melainkan istrinya. Sehingga hakim PK Timan tampaknya sengaja menerima permohonan tersebut. Kedua hakim agung itu adalah Suhadi dan Andi Samsan Nganro. Sedangkan hakim ad hoc tipikor yaitu Sofyan Marthabaya dan Abdul Latief.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, kuasa hukum Timan yang seharusnya tahu dan mengerti aturan PK, namun tetap tidak menghadirkan Timan yang buron saat PK tersebut, dinilai Erwin tampak seperti sengaja melanggar aturan yang ada.
"Bagi para advokat pasti tahulah soal proses PK itu. Namun yang namanya advokat yang bertindak untuk kepentingan kliennya, tentu saja akan berusaha untuk mematahkan atau membobol aturan tersebut," tutup Erwin.
Pasal 263 ayat 2 KUHAP menegaskan pemohon PK adalah terpidana atau ahli warisnya. Tetapi ahli waris bisa mengajukan PK hanya jika terpidana telah meninggal dunia, sementara Timan yang buron masih hidup, tapi istrinya yang mengajukan PK. Hal ini yang banyak dinilai masyarakat bahwa PK Timan mencurigakan.
(vid/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini