Fathur, Rizki, Arip, Yoga, Lukman, dan lainnya satu per satu menyudahi pengabdian mereka. Tidak tampak orang tua memanggil-manggil mereka untuk pulang.
"Kalau orang tua sih paling cuma mamahnya dia sama dia saja (menunjuk Lukman dan seorang lagi) yang melarang jaga rel, kalo kayak yang lain sih dibiarin, liat aja kulitnya yang pada keling-keling," ujar Yoga (15) di depan Stasiun Rawa Buaya, Jl. Raya Duri Kosambi, Jakarta Barat, Jumat (30/8/2013).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Lumayan sih bantu-bantu jaga di sini, kalo lagi banyak ya bisa dapet Rp 25.000, bisa buat cari jajan sendiri nggak minta orang tua," tuturnya.
Medan yang dihadapi bocah-bocah ini sangat berbahaya. Truk-truk pasir dan mobil molen banyak mondar-mandir menyeberangi rel. Belum lagi jika kereta lewat, jarak mereka hanya sejengkal dari kereta.
"Untungnya ada Bang Kodok sama temennya sih yang jagain kita. Kalau pas ada pengendara yang marah-marah diingetin sama kita pas kereta lewat juga yang maju Bang Kodok," imbuhnya.
Bang Kodok adalah sapaan akrab Yono (30). Dia dan kawannya yang mengajak bocah-bocah tersebut membantu menjaga rel.
"Mereka-mereka ini nanti yang nerusin saya, saya juga maunya sih punya pekerjaan. Tapi kalau kerja, nanti yang jaga rel siapa? Awalnya sih yang saya ajak yang agak gedean nih bocahnya, eh yang kecil-kecil ngikut juga. Nggak bisa saya tinggalin deh," ungkap Yono alias Bang Kodok sembari mengawasi para juniornya.
Terdapat kekhawatiran Yono akan masa depan dirinya dan bocah-bocah penjaga rel itu. Namun ia juga khawatir manakala kecelakaan kereta dengan mobil bertubi-tubi mendatangi kampungnya.
"Alhamdulillah bocah-bocah ini aman sih selama bantu-bantu jaga di sini, semoga nggak ada kejadian apa-apa di sini," imbuh Yono.
Harapan mereka supaya kampung mereka aman adalah sederhana. Tetapi harapan untuk dipandang dan diberdayakan mungkin sejauh matahari yang meninggalkan mereka sore itu.
"Kira-kira kalau saya lulus SMK Akuntansi nanti bisa kerja di mana ya?" celetuk Yoga menutup senja.
(bpn/gah)