Bisnis 'Basah' Lembaga Konsultan Politik

Rahasia Dapur Konsultan Politik

Bisnis 'Basah' Lembaga Konsultan Politik

- detikNews
Jumat, 16 Agu 2013 13:12 WIB
Fotografer - Ari Saputra
Jakarta - Mulai tahun 1999, Indonesia mulai mengenal adanya politik pencitraan, meski belum begitu semarak. Baru kemudian pada pemilihan umum 2004 para politisi mulai sadar akan pentingnya pencitraan politik. Ditambah dengan sistem suara terbanyak dalam undang-undang politik yang akhirnya mendorong para kandidat gencar melakukan politik pencitraan, baik secara individu maupun institusi. Sejak itulah mulai ramai muncul lembaga konsultan politik.

Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research Centre, Grace Natalie mengatakan lembaga survei dan konsultan politik adalah bisnis yang sangat 'basah'. Tak heran jika kemudian banyak pihak yang mulai berlomba masuk ke dalam industri ini. Misalnya, sejumlah akademisi maupun dari bidang professional yang akhirnya juga mendirikan lembaga konsultan politik.


“Kenapa kesannya banyak orang yang pindah mungkin karena ini (lembaga konsultan politik) sebuah industri baru,” kata Grace kepada detikcom, Rabu (14/8) lalu di kantornya, Menteng, Jakarta Pusat. Saat ini baik politisi maupun partai politik sudah mulai menyadari manfaat survei dan konsultasi politik. Dalam pemilihan kepala daerah misalnya, politisi yang ingin mencalonkan umumnya harus mempunyai hasil survei dulu yang bisa ia sodorkan kepada partai politik.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT




Meski saat ini jumlah lembaga konsultan politik makin banyak, namun bisnis ini diyakini bakal tetap bersinar. Apalagi makin banyaknya politisi yang memakai jasa mereka untuk memetakan kelebihan dan kelemahannya sebelum bertarung di arena pemilihan. Para kandidat dalam pemilihan umum juga partai-partai politik siap mempertaruhkan uang senilai miliaran hingga triliunan rupiah demi mendapatkan gambaran opini publik lewat hasil survei.

Potensi pasarnya pun cukup menjanjikan. Dalam pemilihan legislatif tahun 2014 nanti misalnya. Ada 560 kursi Dewan Perwakilan Rakyat, 2.112 kursi DPRD provinsi, dan 16.895 kursi DPRD kabupaten atau kota. Ada 259 daerah pemilihan untuk tingkat provinsi, dan 2.102 daerah pemilihan tingkat kabupaten.

Jika diasumsikan dalam satu dapil, masing-masing partai mencalonkan 10 nama, maka satu daerah bisa mempunyai 120 calon yang bertarung. Jumlah itu belum termasuk dengan pasangan-pasangan calon yang bertarung dalam 530 pemilihan kepada daerah kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari mengakui adanya potensi pasar tersebut. Untuk itu pihaknya menebar jaringan di seluruh Indonesia untuk mengurus permintaan, baik calon anggota legislatif maupun calon yang bertarung dalam pemilihan kepala daerah. “Bisa dibilang di tiap daerah pemilihan saya punya akses, ada yang satu dapil itu saya kenal 10 calon legislatif,” kata Qodari.

(erd/erd)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads