"Di kalangan advokat, selama ini muncul 2 persepsi (paling tidak) yang keliru dan tidak mendukung pembenahan. Pertama, persepsi yang mengatakan apabila advokat tidak ikut "bermain perkara" maka advokat tersebut "gulung tikar"," kata mantan anggota Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, Mas Achmad Santosa dalam keterangannya, Senin (29/7/2013).
"Apabila tidak larut dalam korupsi maka perkara yang ditangani akan selalu kandas. Ini mind set dan persepsi sangat keliru," tambah pria yang akrab disapa Ota ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kedua, pendapat para advokat di mana advokat adalah elemen yang paling sedikit tertangkap oleh karenanya relatif lebih baik dibanding elemen penegak hukum lainnya (polisi, jaksa, dan hakim). Persepsi ini juga salah dan keliru," terangnya.
Berbeda dengan advokat, Ota membandingkan, apabila penegak hukum lain seperti hakim, jaksa, polisi yang tertangkap melakukan pidana akan dihukum secara disiplin, etika maupun pidana karena profesi penegak hukum sebagai profesi yang tidak bebas.
"Dalam tubuh mereka ada pengawasan berlapis, internal (Irwasum di Polri), Jamwas di Kejaksaan, Bawas di MA dan pengawas eksternal (KY, Komjak dan Kompolnas). Sedangkan advokat profesi bebas dan lolos dari pengawasan dalam dan luar," terangnya.
Karenanya, Ota berandai-andai, kalau saja unit pengawasan internal profesi advokat berjalan dan KPK ada unit khusus pemantauan para advokat (sebagai bagian dari pemberantasan mafia hukum), dia yakin jumlah tersangka dari kalangan advokat akan sama banyaknya dengan penegak hukum lainnya.
"Bagaimana cara membenahinya? Saran saya, pertama, profesi advokat harus berwibawa dan berani menghukum anggotanya yang melakukan mafia peradilan tanpa pandang bulu," imbuhnya.
Ota menjelaskan, kewibawaan dan legitimasi organisasi profesi akan muncul apabila pimpinannya punya keberanian dan mampu memberikan keteladanan bagi para anggotanya.
"Kedua, kebijakan pembatasan transaksi tunai harus segera diberlakukan termasuk kepada profesi advokat dengan sanksi keras bagi yang melanggar. Dengan demikian trnsaksi uang yang mencurigakan akan selalu terpantau dan dapat diidentifikasi dengan mudah," ungkapnya.
Selama ini, praktek mafia hukum meluas karena antara lain tidak ada pembatasan transaksi tunai.
"Ketiga, ada unit khusus di KPK yang "memelototi" ulah para advokat dan penegak hukum yang selama ini menjadi pelaku utama dalam proses peradilan. Organisasi profesi advokat harus menggunakan momentum tertangkapnya advokat-advokat ini untuk membenahi sistem integritas mereka," tutupnya.
(ndr/fdn)