Pelangganya saat itu datang dari kalangan ekonomi atas, seperti para pejabat VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie), dan pengusaha Cina. Tak jauh dari Macao Po, muncul prostitusi kelas rendah di gang Mangga. Gang ini menghubungkan jalan Pangeran Jayakarta dengan jalan Mangga Dua Raya, di Jakarta Pusat. Sebagian jejak prostitusi di kawasan ini masih bisa ditelusuri.
Anah, 66 tahun, warga setempat mengatakan di gang Mangga tahun 1950-an ada dua rumah prostitusi yang diasuh oleh seorang mami, -yang pada jaman dulu dipanggil sebagai nenek bola. Menurut dia, para pria hidung belang tidak hanya 'menggunakan' wanita tuna susila di rumah itu saja. Ada juga yang dibawa ke Hotel Haikou yang kini berubah menjadi Hotel Baru.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hanya menurut dia, saat ini prostitusi sudah pindah ke komplek Kota Indah yang masih terletak di jalan Pangeran Jayakarta. "Yang ramai di Kota Indah tapi cewek-ceweknya 'ngekos' di sini," kata Leha.
Komplek Kota Indah hanya berjarak sekitar 150 meter dari gang Mangga. Di gang komplek terdapat sebuah papan bertuliskan 'Welcome to Kota Indah', dengan gambar botol sebuah merek bir. Menurut Paim, 60 tahun, warga setempat di komplek Kota Indah terdapat puluhan tempat prostitusi, dengan berbagai bentuk 'label' seperti Bar, Spa, panti pijat (Massage) maupun karaoke.
Para pekerja seks komersial (PSK) di Kota Indah berasal dari berbagai daerah di Indonesia baik pribumi maupun keturanan Cina. Bila malam hari lokasi yang tampak sepi di siang berubah menjadi ramai. "Lebih ramai lagi pada jamannya pak Presiden Soeharto. Dia (Soeharto) kan bebasin (prostitusi)," kata Paim. Bahkan saat itu praktik prostitusi beroperasi setiap malam, baik di bulan Ramadan maupun bulan lainnya.
Namun, kondisi itu berubah ketika Abdurrahman Wahid atau Gusdur menjabat sebagai Presiden Indonesia. Sejak tahun 1999 prostitusi di Komplek Kota Indah tutup selama bulan Ramadan. Mereka baru buka lagi seminggu setelah Lebaran.
Kepala Seksi Rehabilitasi Tuna Sosial Dinas Sosial Provinsis DKI Jakarta Prayitno mengatakan pihaknya selalu berupaya melakukan penertiban para pekerja seks komersial di jalanan. Namun ia tak menampik masih banyak PSK yang tetap "berkeliaran" di beberapa wilayah Ibu kota meski bulan Ramadan. "Memang PSK ini dari zaman dulu sampai kiamat pun masih ada, ini kan fenomena klasik. Sudah kami tertibkan, tapi tetap saja datang silih berganti," kata dia kepada detikcom.
Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial Samsudi mengatakan, persoalan pekerja seks komersial belum bisa dihilangkan dari kota-kota besar seperti Jakarta. Peliknya persoalan kebutuhan hidup membuat sebagian perempuan nekad menjerumuskan diri dalam dunia prostitusi.
(erd/erd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini